Thursday, May 30, 2013

Pengertian Seni Tari



Unsur utama yang paling pokok dalam tari adalah gerak tubuh manusia yang sama sekali lepas dari unsur ruang, tenaga dan waktu. Tari adalah keindahan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. 

Pengertian tari menurut beberapa pakar antara lain :

La Mery adalah ekspresi yang berbentuk simbolis dalam wujud yang lebih tinggi harus di internalisasikan.
 
Hawkins adalah tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diubah oleh
imajinasi dan diberi bentuk melalui media gerak sehingga menjadi bentuk gerak yang simbolis dan sebagai ungkapan si pencipta.
 
Curt Sach adalah tari merupakan gerak yang ritmis.
Susanne K. Langer berpendapat bahwa tari adalah gerak ekspresi manusia yamg indah
.
Cory Hamstrong menyatakan bahwa tari merupakan gerak yang di beri bentuk dalam ruang
.
Soedarsono menyatakan bahwa tari sebagai ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak – gerak ritmis yang indah.
 

HB. Datuk Tumbdijo adalah kegiatan ekspresi jiwa manusia yang merefleksikan keadaan nyata dalam suatu karya yang melibatkan gerak – gerak anggota tubuh (meliputi gerak kaki, kepala, badan, tangan dll) baik yang teratur maupun yang tidak teratur.

Edy Sedyawati adalah cakupan kegiatan olah fisik yang tujuan akhirnya
adalah ekspresi keindahan dengan pengembangan kepekaan akan rasa gerak dan rasa irama.

Pengertian lain seni tari klasik adalah hasil ekspresi jiwa yang diwujudkan lewat tubuh sebagai media dan diciptakan oleh para empu tari yang dalam penciptaannya berdasarkan konsep – konsep.

Achdiat K Miharjo adalah kegiatan ekspresi jiwa yang merefleksikan
realita (keadaan) dalam suatu karya yang berkat bentuk dan isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman – pengalaman tertentu dalam jiwa penerima 

Dengan demikian pengertian tari secara menyeluruh merupakan gerak tubuh manusia yang indah diiringi musik ritmis yamg memiliki maksud tertentu. Tari dapat diakumulasikan adalah gerak – gerak dari seluruh anggota tubuh yang selaras dengan musik, diatur oleh irama yang sesuai dengan maksud dan tujuan tertentu dalam tari. Di sisi lain juga dapat diartikan bahwa tari merupakan desakan perasaan manusia di dalam dirinya untuk mencari ungkapan beberapa gerak ritmis.

Unsur Yang Terkandung Dalam Seni Tari



Uunsur – unsur pokok tari yaitu, gerak. gerak dalam kehidupan sehari – hari manusia yang kurang menghayati kehidupan banyak diabaikan. Fungsi gerak yang dihasilkan oleh tubuh pada dasarnya dapat di bedakan menjadi gerak keseharian, bermain, olah raga, bekerja, dan gerak sehari – hari.

Pada khususnya gerak tari lebih menekankan kepada gerak untuk berkesenian, dimana gerak dalam tari merupakan gerak yang sudah didistilisasi / distorsi. Gerakan bersifat lembut dan mengalir, serta terputus – putus dan tegas merupakan pola gerak yang menjadi ciri pembeda antara gerakan tari putri dan putra.
Gerak pada dasarnya merupakan fungsionalisasi dari tubuh manusia, ruang secara umum, waktu sebagai jeda dan tenaga untuk menghayati gerak. Hal ini berarti gerak sebagai unsure penting suatu tarian akan selalu berhubungan dengan ruang, waktu dan tenaga. Macam – macam gerak antara lain :
 
Gerak murni (Pure Movent) di sebut gerak wantah yaitu gerak yangØ disusun dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk gerak yang artistic (keindahan) dan tidak mempunyai maksud tertentu. contohnya sabetan, besut dan lain sebagainya

Gerak maknawi (gesture) disebut gerak tidak wantah yaitu gerak yang
mengandung arti atau maksud tertentu dan telah distilisasi dari wantah menjadi tidak wantah. Contoh gerak ulap – ulap (melihat sesuatu yang jauh letaknya), ukel karno ( mendengar), penthangan ( menolak / tidak setuju), golek iwak (mencari ikan di sungai), nuding (marah), lumaksono (berjalan).

Tuesday, May 28, 2013

Fungsi Tarian Daerah



Menciptakan sebuah tarian bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Butuh waktu yang lama karena sebuah tarian tidak dibuat secara sembarangan.
Ia diciptakan karena memiliki fungsi. Adapun fungsi-fungsi yang terdapat dalam tarian daerah adalah sebagai berikut.

1. Tari Untuk Upacara

Nenek moyang kita percaya bahwa di dalam tubuh kita terdapat kekuatan. Kekuatan itu kemudian memunculkan kepercayaan-kepercayaan., yaitu animisme dan dinamisme. Mereka percaya bahwa semua benda yang ada di alam semesta ini memiliki roh atau kekuatan gaib. Oleh karena itu, mereka meminta keselamatan dan kebahagiaan kepada benda yang memiliki roh atau kekuatan gaib tersebut dengan jalan melakukan ritual atau upacara. Upacara tersebut diwujudkannya dalam bentuk tari-tarian.

Tari-tarian yang dipentaskan pada waktu upacara contohnya, tari Pakarena. Tarian ini dipentaskan untuk mengucapkan terima kasih kepada sang Batara Guru yang telah berjasa dalam memberikan pendidikan kepada manusia.

Contoh lain adalah tarian pendet asal Bali. Tarian ini dipentaskan untuk menghibur para penonton dalam sebuah pagelaran tarian. Selain itu, tarian ini juga digunakan dalam acara-acara sakral masyarakat Bali.

2. Tari Untuk Sarana Pergaulan dan Hiburan

Sebuah tarian dapat tercipta karena adanya perasaan benci, cinta, bahkan perang. Selain itu, dapat pula tercipta karena hubungan per sahabatan dan pergaulan yang terjalin, tidak hanya kepada sesama manusia, namun juga kepada alam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tarian dapat berfungsi sebagai sarana pergaulan.

Contoh tarian yang berfungsi sebagai sarana pergaulan adalah tarian orang Mentawai yang melukiskan keakrabannya dengan alam. Mereka melukiskannya dengan berbagai gerakan yang menyerupai banyak gerakan binatang. Selain itu, ada pula orang Maluku yang membuat gerak tariannya seperti gerak burung Cendrawasih.

Selain berfungsi sebagai sarana pergaulan, tarian dapat juga berfungsi sebagai sarana hiburan. Hal ini karena perkembangannya, tarian daerah tidak hanya dipentaskan di daerahnya masing-masing, tetapi juga dipentaskan di gedung-gedung kesenian dan bahkan ke mancanegara sebagai sarana hiburan.

Penyajian musik Tari Cendrawasih

 



Tari Cendrawasih merupakan tarian yang mengisahkan tentang sepasang burung Cendrawasih yang sedang memadu kasih. Dalam  Babad Bali pengertian Tari Cendrawasih adalah kehidupan burung Cendrawasih di pegunungan Irian Jaya pada masa birahi.Tari Cendrawasih initermasuk tari berpasangan yang ditarikan oleh dua penari putri atau kelipatannya, kendatipun dasar pijakannya adalah gerak tari tradisi Bali, beberapa pose dan gerakannya dari tarian ini telahdikembangkan sesuai dengan interpretasi penata dalam menemukan bentuk - bentuk baru sesuai dengan tema tarian ini. 
 
Tema tarian ini adalah pantomim yang berarti menirukan gerakan.Dalam busana tarian ini ditata sedemikian rupa agar dapat memperkuat dan memperjelas desain gerak yang diciptakan. Tarian ini di ciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (yang juga sebagai penata busana dari pada tarian ini) dalam rangka mengikuti Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh pengiring adalah I Wayan Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988.
 
Penyajian  musik  Tari  Cendrawasih  juga didukung oleh  beberapa aspek penunjangnya, yaitu pelaku (penari dan penabuh), gerak atau koreografi, musikdan  lagu,  rias busana,  serta peralatan  penunjang lainnya. Musik tari cendrawasih ini terinspirasi dari melihat dan mendengarmusik  tari klasik,  tari  jaipong dan  musik  tari  Bali. Dalam Tari Cendrawasih ini menggunakan pola lantai gerak tari berpasangan, yaitu :
            1.
Pemeson.
a.     Pada awal penari pertama muncul ke panggung dan diawalai dengan Nyerigsig ke depan.
b.   Lalu dilanjutkan dengan gerakan berputar ke kakan lalu Agem kanan 
c.  Kemudian bergeser ke kiri lalu  Agem kiri. 
d.  Lalu kembali lagi ke gerakan agem kanan namun pada gerakan ini ada variasi di iringi dengan 
    bergeser ke kanan.
e.  Lalu Agem kiri variasi dengan di iringi bergeser ke kiri.
f.  Setelah itu dilanjutkan dengan gerakan nyelendo di iringin melakah 2 kali ke belakang.
g. Gerakan selanjutnya adalah nyeledet kanan lalu nyeledet ke kiri
h. Lalu dilanjutkan dengan gerakan Nyosol ke arah pojok kanan depan 2 kali lalu agem kiri.
e. Gerakan selanjutnya sama, namun pada gerakan ini menuju arah pojok kiri depan lalu agem kanan     
    dan gerakan selanjutnya diulang 3 kali dari nyelendo sampai nyolsol.

2. Pengawak.
a. pada gerakan selanjutnya penari ke dua memasuki panggung dan langsung menuju gerakan meiberan sambil berputar berlawanan arah.
b. Setelah gerakan meiberan dilanjutkan dengan gerakan agem kanan cendrawasih.
c. Gerakan selanjutnya adalah ngengsog atau ngombak angke dengan di iringi dengan gerakan mekecog ke kanan.
d. gerakan selajutnya adalah berputar kekanan dan mekecog lalu menuju gerakan nengok lalu angem kiri cendrawasih.
e. kemudian dilanjutkan dengan gerakan nyolsol dan meancogan langsung nyigsik. Setelah gerakan ini selanjutnya gerakan diulang 2x dari gerakan setelah ngengsog sampai gerakan nyigsig.

3. Pengipuk. 
a. gerakan selanjutnya adalah meibingan
b. meiberan
c. agem kiri cendrawasih
d. berputar ke kiri lalu nengok
e. agem kanan cendrawasih
f. ngegol sambil mengepakan sayap
g. meibingan
h. meiberan
i. meibingan
j. agem kanan, agem kiri, agem kanan
k. putar badan sambil ngepak sayap

Tarian Pakarena Asal Makassar

Profil Tari Pakarena Makassar


Memang tak ada orang yang tahu persis sejarah Pakarena. Tapi dari cerita-cerita lisan yang berkembang, tak diragukan lagi tarian ini adalah ekspresi kesenian rakyat Gowa.
Menurut Munasih Nadjamuddin yang seniman Pakarena, tarian Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langi mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langi.


Sebagai seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan menghidupi ruang batin masyarakat Gowa dan sekitarnya. Meski tarian ini sempat menjadi kesenian istana pada masa Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat sentuhan I Li’motakontu, ibunda sang Sultan. Demikian juga saat seniman Pakarena ditekan gerakan pemurnian Islam Kahar Muzakar karena dianggap bertentangan dengan Islam. Namun begitu tragedi ini tidak menyurutkan hati masyarakat untuk menggeluti aktifitas yang menjadi bagian dari hidup dan kehidupan yang menghubungkan diri mereka dengan Yang Kuasa.

Belakangan ini tangan-tangan seniman kota dan birokrat pemerintah daerah (pemda) telah menyulap Pakarena menjadi industri pariwisata. Dengan bantuan tukang seniman standar estetika diciptakan melalui sanggar-sanggar agar bisa dinikmatin orang luar. Untuk mendongkrak pendapatan daerah, alasannya. Sebagian seniman mengikuti standar resmi dan memperoleh fasilitas pemda. Tapi sebagian seniman lain enggan mengikuti karena dianggap tidak sesuai tradisi adat setempat, meski menanggung resiko tidak memperoleh dana pembinaan pemda atau tidak diundang dalam pertunjukan-pertunjukan. 

Dg Mile (50 tahun), misalnya. Seniman Pakarena asal desa Kalase’rena, Kec. Barang lompo ini tergolong teguh pendirian. Ia biasanya mencari berbagai cara berkelit untuk tidak menghadiri undangan departemen pariwisata. Kadang beralasan sedang ada acara ritual sendiri di kampungnya atau menghadiri sunatan dan pengantin tetangganya, atau kalau pun tidak bisa menolak maka ia akan menuntut syarat agar teman-temannya tidak terlantar usai pertunjukan. 

Cara lain yang agak berbeda ditunjukkan Sirajuddin Bantam. Anrong guru Pakarena dari Gowa ini terang-terangan menolak tampil jika ada pejabat yang mau mendikte tampilan penarinya. Bahkan saat diminta tampil, ia tidak segan mempertanyakan lebih dulu keperluan pertunjukan itu dan sejauh mana menguntungkan teman-temannya. Karena ia tahu ada jenis tarian yang bisa dipertontonkan dan mana yang hanya bisa tampil di acara-acara tertentu. Sirajuddin juga kadang ngibulin pejabat yang menuntut tampilan tertentu dengan tiba-tiba mengubah sendiri skenario tarian di atas panggung.

Sikap yang ditempuh para seniman ini memang bukan tanpa resiko. Mereka harus merawat tradisi Pakarena dengan hidup pas-pasan tanpa bantuan pemerintah. Hanya dengan kreatifitas saja mereka bisa bersaing dengan seniman kota yang menikmati fasilitas dan kesejahteraan jauh di atas rata-rata. 

Kecerdikan ini misalnya dipunyai Sirajuddin dan Dg Mile. Sirajuddin mendokumentasikan sendiri tarian Pakarena dan lalu memperkenalkannya ke publik sampai mancanegara. Tentu saja dia dan para seniman kampung yang bersamanya juga mengkreasi Pakarena ini. Tapi ia sungguh menyadari mana tarian yang bisa dikreasi dan mana yang tidak. “Royong yang biasa dipakai ritual, tak perlu ditampilkan. Hanya pakarena Bone Balla yang ditampilkan,” ujar pemilik sanggar tari Sirajuddin ini, sembari menjelaskan bahwa Bone Balla biasa dipertontonkan kerajaan untuk menyambut para tamu.

Sementara itu, Dg Mile yang juga pemilik sanggar Tabbing Sualia ini lebih memilih tampil sendiri tanpa bergantung sama pemda. Paling banter dia dan kelompoknya hanya mau tampil bila bekerja sama dengan LSM tertentu yang peduli terhadap kesenian rakyat. ”Selama ini saya lebih suka main dengan Latar Nusa ketika mau menampilkan kesenian Pakarena di dalam dan di luar negeri,” kata Dg Mile menyebut nama LSM itu. 

Begitulah, rupanya kaum seniman memiliki pengertian beda mengenai Pakarena. Orang macam Dg Mile dan Sirajuddin menyadari, Pakarena yang ”dipasarkan” pemda selama ini cenderung terpisah dari kehidupan, tradisi, dan makna yang diimajinasikan komunitas. Proses itu hanya menguntungkan seniman kelas menengah di kota dan kepentingan tertentu di pemerintahan. Seperti keinginan pemda mengubah pakaian penari tradisi di Sulsel agar sesuai dengan norma agama tertentu. 

Jelas ini melahirkan kerisauan. Dg Mile sampai-sampai menjelaskan berulangkali kalau Pakarena tidaklah syirik karena ditujukan kepada Yang Kuasa. Sirajuddin pun meminta agar para agamawan tidak menggunakan syariat yang formalis saja dalam menilai kesenian, tapi menggunakan hakikat atau tarekat. “Jika pemahaman mereka benar, tidak ada kesenian kita yang bertentangan dengan agama,” ujar Sirajuddin, sambil mencontohkan istilah passili dalam Pakarena yang berarti memerciki para seniman dan peralatannya dengan sejumput air agar membawa keberuntungan, selaras dengan agama. ”Lalu mana lagi yang harus diberi warna atau nuansa agama,” kata Sirajuddin mengakhiri argumentasinya. 

Kalau sudah begini, soalnya menjadi tergantung siapa yang menafsir. Kebenaran kembali ada dalam keyakinan para penghayatnya. Bukan elit agama atau birokrasi yang kerap memonopoli makna.[Liputan oleh Syamsurijal Adhan]

Sikap batinnya hening, penuh kelembutan, dedikatif, itulah kesan yang tersirat dari gemulainya gerakan penari ini. Tari Pakarena yang dibawakan penari ini adalah tarian kas masyarakat Sulawesi Selatan. Setiap penari harus melakukan upacara ritual adat yang disebut jajatang, dengan sesajian berupa beras, kemeyan dan lilin. Ini dimaksudkan untuk memperoleh kelancaran sepanjang pertunjukan berlangsung.

Pakarena adalah bahasa setempat berasal dari kata Karena yang artinya main. Sementara ilmu hampa menunjukan pelakunya. Tarian ini mentradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan wilayah bekas Kerajaan Gowa.

Ini dulunya, pada upacara-upacara kerajaan Tari Pakarena ini dipertunjukkan di Istana. Namun dalam perkembangannya, Tari Pakarena ini lebih memasyarakat di kalangan rakyat. Bagi masyarakat Gowa, keberadaan Tari Pakarena tidak bisa dilepaskan dari kehidupan mereka sehari-hari.

Kelembutan mendominasi kesan pada tarian ini. Tampak jelas menjadi cermin watak perempuan Gowa sesungguhnya yang sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama terhadap suami.
Gerakan lembut si penari sepanjang tarian dimainkan, tak urung menyulitkan buat masyarakat awam untuk membedakan babak demi babak. Padahal tarian ini terbagi dalam 12 bagian. Gerakan yang sama, nyaris terangkai sejak tarian bermula. Pola gerakan yang cenderung mirip dilakukan dalam setiap bagian tarian.
Sesungguhnya pola-pola ini memiliki makna khusus. Gerakan pada posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam. Menunjukkan siklus kehidupan manusia.
Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Aturan mainnya, seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Hal ini berlaku sepanjang tarian berlangsung yang memakan waktu sekitar dua jam.

Tidak salah kalau seorang penari Pakarena harus mempersiapkan dirinya dengan prima, baik fisik maupun mental. Gerakan monoton dan melelahkan dalam Tari Pakarena, sedikit banyak menyebabkan kaum perempuan di Sulawesi Selatan, tak begitu berminat menarikannya.

Kalaupun banyak yang belajar sejak anak-anak, tidak sedikit pula yang kemudian enggan melanjutkannya saat memasuki jenjang pernikahan. Namun tidak demikian halnya seorang Mak Joppong. Perempuan tua yang kini usianya memasuki 80 tahun ini, adalah seorang pelestari tari klasik Pakarena.

Ia seorang maestro tari khas Sulawesi Selatan ini. Ia seorang empu Pakarena. Mak Joppong sampai sekarang masih bersedia memenuhi undangan. Untuk tampil menarikan Pakarena yang digelutinya sejak usia 10 tahun ini. Disebut-sebut, perempuan inilah yang mampu menarikan Pakarena dengan utuh, lengkap dengan kesakralannya sebagai sebuah tarian yang mengambarkan kelembutan perempuan Gowa.
Mak Joppong tak pernah mau ambil pusing dengan bayaran yang diterimanya. Dedikasi penuh pada tarian ini, membuatnya rela menerima seberapapun besarnya bayaran yang diberikan si pengundang.
Padahal selepas ditinggal suaminya wafat, kehidupannya banyak bergantung pada kesenian yang telah lama diusungnya ini. Namun biasanya, ia menerima bayaran sekitar 500 ribu hingga 1 juta rupiah, untuk tampil semalam suntuk, termasuk biaya sewa pakaian dan alat-alat.

Tubuh yang sudah renta termakan usia. kulit yang semakin keriput sejalan perjalanan hidup, tak membuatnya surut dalam berkarya bersama Tari Pakarena. Bahkan untuk membagi kebisaan yang didapat dari ayahnya ini. Ia sejak tahun 1978, mengajarkan Tari Pakarena kepada para gadis di kampungnya di Desa Kambini, Kecamatan Palangga, Kabupaten Gowa.

Di rumahnya, yang merupakan rumah panggung kas Gowa yang disebut Balarate, para gadis melangkah, melengok, mengerakan tangannya mengikuti gerak si empu Pakarena Mak Joppong.

Saat ini ada 6 gadis yang menjadi anak didiknya, dan tak sepeserpun, Mak Joppong memunggut biaya. Tari Mak Joppong amat terasa sedih disaat salah seorang anak didiknya memasuki jenjang pernikahan.
Karena biasanya, usai menikah, anak didiknya tak lagi menekuni Tari Pakarena. Sebuah kebiasaan di Gowa, adalah hal yang tabu dan malu, bila seorang perempuan yang telah menikah tampil di muka umum.
Pandangan umum inilah yang menyebabkan Tari Pakarena seolah hanya selesai sampai di situ. Padahal tidak demikian buat Mak Joppong, Pakarena adalah Tarian sakral yang tidak semua perempuan mampu menarikannya. Ketekunan dan kesabaran menjadi modal utama buat Penari Pakarena. Itulah salah satunya yang dimiliki Mak Joppong hingga kini.

Kini nasib Tari Pakarena seolah hanya bersandar pada Mak Joppong semata. Selain hanya ia yang paham akan seluk beluk tarian ini, ia pula lah yang tetap setia mengusung tari tradisional yang pernah jaya di masa kerajaan Gowa dulu.

Penari Pakarena, begitu lembut mengerakan anggota tubuhnya. Sebuah cerminan wanita Sulawesi Selatan. Sementara iringan tetabuhan yang disebut Gandrang Pakarena, seolah mengalir sendiri. Hentakannya yang bergemuruh, selintas tak seiring dengan gerakan penari. Gandrang Pakarena, adalah tampilan kaum pria Sulawesi Selatan yang keras.

Tarian Pakarena dan musik pengiringnya bak angin kencang dan gelombang badai. Terang musik Gandrang Pakarena bukan hanya sekedar pengiring tarian. Ia juga sebagai penghibur bagi penonton. Suara hentakan lewat empat Gandrang atau gendang yang ditabuh bertalu-talu ditimpahi tiupan tuip-tuip atau seruling, para pasrak atau bambu belah dan gong, begitu mengoda penontonya.

Komposisi dari sejumlah alat musik tradisional yang biasanya dimainkan 7 orang ini, dikenal dengan sebutan Gondrong Rinci. Pemain Gandrang sangat berperan besar dalam musik ini. Irama musik yang dimainkan sepenuhnya bergantung pada pukulan Gandrang. Karena itu, seorang pemain Gandrang harus sadar bahwa ia adalah pemimpin dan ia paham akan jenis gerakan Tari Pakarena.

Biasanya selain jenis pukulan untuk menjadi tanda irama musik bagi pemain lainnya, seorang penabuh Gandrang juga mengerakan tubuh terutama kepalanya. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang.

Yang pertama adalah pukulan Gundrung yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau. Yang kedua adalah pukulan tumbu yang dipukul hanya dengan tangan.
Gemuruh suara yang terdengar dari sejumlah alat musik tradisional Sulawesi Selatan ini, begitu berpengaruh kepada penonton. Mereka begitu bersemangat, seakan tak ingat lagi waktu pertunjukan yang biasanya berlangsung semalam suntuk.

Semangat inipula yang membuat para pemain musiknya semakin menjadi. Waktu bergulir, hentakan Gandrang Pakarena terus terdengar. Namun entah sampai kapan Gandrang Pakarena akan terus ada.
Nasibnya amat bergantung pada Tarian Pakarena sendiri yang kini masa depannya seolah hanya berada di tangan Mak Joppong. Muda-mudahan semangatnya tak akan pudar, seiring dengan irama musiknya yang mencerminkan kerasnya lelaki Sulawesi Selatan.

Wednesday, May 22, 2013

Ragam Gerak Dasar Kaki

Salah satu gerakan yang berbeda dalam tarian Nusantara adalah gerak dasar kaki. Beberapa gerakan yang terdapat dalam gerak dasar kaki adalah
 sebagai berikut:

  • Adeg-adeg/Agem, yaitu posisi saat kaki siap untuk menari. Setelah posisi adeg-adeg, akan dilanjutkan dengan gerakan berikutnya.
  • Wedhi Kengser (Jawa), disebut juga dengan gerak keser, yaitu gerak berpindah tempat dengan cara bergeser ke samping kanan atau ke kiri.
  • Langkah Meliuk, adalah gerak khas Sulawesi. Anda dapat menemukan gerak meliuk dalam tarian-tarian yang berasal dari Sulawesi.
  • Nyregseg adalah, gerakan melangkah dengan cara bergeser ke depan dalam posisi jongkok. Gerakan ini adalah gerakan khas tari bali. Gerakan Nyregseg dimulai dengan kaki kiri yang berada di depan menapak dengan cara dijulurkan ke depan. Kaki kanan kemudian merapat hingga lutut menyentuh betis kaki kiri.
Selain gerakan yang telah disebutkan di atas, ada pula gerakan yang bernama stilasi. Gerakan inimerupakan gerak dasar tari yang sudah diolah dan disempurnakan. Setiap daerah memiliki gerakan stilasi yang berbeda-beda.
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Total Pageviews

Copyright 2013 Macam-Macam Tarian di Indonesia: May 2013 Template by Hand's. Powered by Blogger