Tuesday, July 15, 2014

Unsur Dasar dan Definisi Tari


Seni tari adalah bentuk-bentuk penyampaian jiwa manusia melalui gerak-gerak ritme yang indah. Dengan batasan ini maka terdapat tiga hal yang menonjol dan penting, yaitu gerak, ritmis dan keindahan disamping ekspresi manusia.

A. Unsur Dasar Tari
Kebudayaan adalah suatu hasil budi daya manusia. Ia merupakan kekayaan spriritual berupa pemikiran falsafah, kesusastraan dan kesenian. Semuanya tumbuh dan berkembang secara akumulatif. Seperti di masa lampau secara sadar dan sengaja kebudayaan ditangkarkan dari seseorang kepada orang lain dalam segala lapisan masyarakat. Sesuai dengan alam hidupnya, kebudayaan manusia itu pada dasarnya hidup dalam dua dunia. Keduanya saling mengisi antara dunia mikro atau manusia sendiri dengan dunia makro tempat manusia hidup beserta alam sekelilingnya.

Seni tari merupakan salah satu bagian dari cabang kesenian. Untuk mengetahui khasanah seni tari memerlukan pengertian terlebih dahulu secara mendasar akan unsur-unsur dasarnya.

Seni tari yang oleh sarjana tari dikatakan telah lahir semenjak adanya manusia di dunia, dapat dikatakan hidup dalam dua dimensi, yaitu ruang dan  waktu. Sedangkan cabang kesenian lain seperti seni musik atau seni karawitan hanya hidup dalam dimensi waktu. Bagi seni rupa dimensi ruanglah yang diperlukan.

Seni tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan gerak-gerak tubuh manusia. Sehingga dari sini tampak dengan jelas bahwa hakekat tari adalah gerak. Disamping unsur dasar gerak seni tari juga mengandung unsur dasar lain seperti irama (ritme), iringan, tata busana dan tata rias, tempat serta tema.

A.1. Gerak
Gerak dapat diungkapkan dengan bermacam-macam. Diantara berbagai macam gerak itu, salah satu diantaranya ada yang mengandung unsur keindahan (sedap dipandang mata).
Angin bertiup dari tengah samudra mendesak air laut bergerak menuju ke pantai berupa gelombang samudra, menimbulkan suatu gerakan yang indah dipandang mata. Daun nyiur di pantai meliuk-liuk atas tiupan angin indah dalam pandangan mata.

Demikian pula di musim kemarau kunang-kunang mengibas-ngibaskan sayapnya menimbulkan cahaya gemerlapan di tengah sawah pada malam hari seperti cahaya mutiara indah yang sedang memantulkan sinar. Ikan mas berenang renang ke sana ke mari di dalam akuarium, selain menimbulkan pemandangan yang indah juga menimbulkan suasana ketenangan.

Tetapi mengingat bahwa seni tari merupakan salah satu cabang kesenian yang juga merupakan salah satu hasil budi manusia, maka unsur dasar tari utama yang berwujud gerak itu, tidak semua gerak dapat dikatakan gerak tari. Gerak yang berfungsi sebagai materi gerak pokok tari hanyalah gerakan-gerakan dari bagian tubuh manusia yang telah diolah dari gerak keadaan wantah menjadi suatu bentuk gerak tertentu. Dalam istilah kesenian, gerak yang telah mengalami stilisasi atau distorsi.

Dari hasil pengolahan suatu gerakan atau gerak yang telah mengalami stilisasi atau distorsi inilah nanti lahir dua jenis gerak tari. Yang pertama gerak tari yang bersifat gerak murni dan yang kedua bersifat gerak maknawi.

Gerak murni adalah gerak tari dari hasil pengolahan gerak wantah yang dalam pengungkapannya tidak mempertimbangkan suatu pengertian dari gerak tari tersebut. Disini yang dipertimbangkan adalah faktor nilai keindahan gerak tarinya saja. Misalnya gerak-gerak memutar tangan pada pergelangan tangan, beberapa gerak leher seperti pacak-jangga di Jawa, dan sebagainya.

Sedangkan yang dimaksud dengan gerak maknawi adalah gerak wantah yang telah diolah menjadi suatu gerak tari yang dalam pengungkapannya mengandung suatu pengertian atau maksud disamping keindahannya. Misalnya dalam tari nelayan, kita dapat melihat gerak tari yang menggambarkan nelayan yang sedang mendayung. Gerak mendayung dalam tari nelayan ini disamping sedap dilihat karena keindahannya, juga tampak mengandung suatu arti atau maksud yaitu gambaran seorang nelayan yang sedang mengayunkan dayungnya agar perahunya dapat laju jalannya.

Di daerah pedalaman yang jauh dari pantai, seperti di hutan di dareah Kalimantan atau di Irian Jaya kita banyak mendapatkan ragam tari yang menggambarkan bagaimana dan dengan apa para pemburu akan manangkap binatang. Disini banyak digambarkan atau dilukiskan cara menangkap binatang dengan mengelu-elukan sebatang tombak, atau menarik anak panah. Dalam suatu bentuk gerak tari jelas bukan merupakan gerak wantah, tetapi berupa gerak yang telah distilisasi yang hasilnya disamping mengandung unsur keindahan juga menggambarkan suatu pengertian atau maksud tertentu. Disini yang digambarkan adalah seorang yang sedang berburu binatang dengan senjata tombak atau panah.

Di dataran rendah kita dapati beberapa bentuk tari pertanian, yang menggambarkan bagaimana cara bercocok tanam atau tarian pengrajin yang di dalamnya dapat berbentuk penggambaran cara masyarakat sedang menenun kain, membatik atau membuat perkakas dari tanah liat, dan sebagainya.

Dalam garapan suatu bentuk tarian, gerak-gerak maknawi ada yang masih tampak jelas artinya dalam cara pengungkapan geraknya tetapi juga banyak pula yang dalam pengungkapan geraknya tinggal tampak suatu kiasan saja. Untuk mencari contoh yang terakhir banyak terdapat dalam garapan tari tradisional atau tari klasik di pulau Jawa dan Bali. Seperti dalam tari klasik tradisional di Jawa, kita dapati gerak ragam tari yang disebut tari usap rawis yang menggambarkan bagaimana mengusap kumis. Ragam tari ngilo yang mengandung pengertian seseorang yang sedang bercermin setelah berbusana.

Begitu pula beberapa ragam tari gerakan perang. Gerak tari nitig paha dannuding pada tari Bali mengadung pengertian terperanjat dan marah. Gerak menghadapkan telapak tangan pada penari lain mengandung pengertian menolak. Gerak menengadahkan telapak tangan dan muka ke langit berarti sembah atau sujud memuja Tuhan. Sedangkan menggeleng-gelengkan kepala berati kecewa, demikian pula gerak mengangguk-anggukkan kepala berarti setuju. Dengan demikian maka berdasarkan jenis pengungkapan geraknya, secara garis besar ada dua sifat gerak tari.

Ditinjau dari cara pengungkapannya ada dua bentuk tari, yaitu yabng representatif dan yang non representatif. Tarian yang bersifat representatif yaitu gerak tarinya menggambarkan suatu pengertian atau maksud tertentu dengan gerakan tarian jelas. Tarian yang bersifat nonrepresentatifyang gerakan tarinya tidak menggambarkan suatu pengertian tertentu. Namun demikian dalam keseluruhan penggarapan sebuah tari pasti tidak meninggalkan salah satu sifat tersebut di atas. Keduanya saling bertautan dan isi mengisi. Hanya mana yang lebih ditekankan. Pada garapan-garapan tari non representatif banyak digunakan gerak murni atau pure movement. Sedang garapan yang bersifat representatif pasti saja banyak disusun dari gerak-gerak maknawi atau gesture. Bagi bangsa primitif ada suatu keyakinan bahwa semakin tepat dan cermat seorang penari melaksanakan gerakan tarinya, maka semakin tinggi atau semakin ampuh karunianya baik yang bersifat moral atau material. 

Pada pengobatan misalnya, bila si pawang atau dukun selama menari untuk memberi pengobatan pada si sakit dapat menunjukkan gerakan-gerakan yang tepat dan cermat serta penuh konsentrasi, maka ini berarti akan cepat penyembuhannya bagi si sakit. Demikian pula seorang juru bicara yang mengungkapkan suatu pengertian lewat gerak dapat tepat dan gempang diterima, maka ia akan semakin cepat diserap oleh pendengarnya. Dengan demikian jelaslah bahwa unsur dasar tari yang utama adalah gerak manusia.

A.2. Ritme
Di dalam kehidupan dunia sebagai makroskosmos, ritme ini selalu ada dan bersifat tetap. Contoh yang paling dekat bahwa matahari selalu terbit dari sebelah timur. Selanjutnya naik dan berjalan berpindah tempat sampai tenggelam di sebelah barat pada waktu sore hari. Ritme itu sendiri sebenarnya merupakan jarak yang tetap. Untuk memberikan suatu kehidupan maka perjalanan sepanjang jarak ini dilaksanakan dengan adanya daya naik dan turun. Dalam dunia karawitan atau musik daya tersebut sangat jalas. Daya ini bisa disebut padang-ulihan atau these-antithese. Dari inilah maka sebenarnya ritme itu merupakan pola waktu yang memberikan kehidupan. 

A.3. Iringan
Di atas telah disebutkan bahwa tari adalah suatu gerak ritmis. Untuk memperkuat dan memperjelas gerak ritmis dari suatu bentuk tarian dapat dilaksanakan dengan iringan. Iringan tersebut pada umumnya berupa suara atau bunyi-bunyian. Sumber bunyi sebagai iringan tari yang pertama adalah suara manusia sendiri.

Bangsa-bangsa primitif menari-nari dengan teriakan-teriakan sebagai musik pengiringnya. Anak kecil menari-nari dengan teriakan iringan nyanyian suara ibu atau inang pengasuhnya. Selanjutnya pada tingkat berikutnya demi keserempakan gerak mereka menari-nari dengan tepuk tangan sebagai pengiringnya. Hal ini ada kalanya disamping dengan nyanyian ada juga dengan tepuk tangan. Tarian Seudati dari Aceh merupakan tarian pria yang ditarikan secara massal dikuatkan dengan suatu tepukan tangan pada perut.

Bangsa Indian di pedalaman Amerika ataupun bangsa Pigmi di pedalaman benua Afrika menari-nari dengan menghentakkan kaki ke tanah. Suara yang ditimbulkan karena hentakan kaki itulah yang dipergunakan sebagai iringannya. Setelah mereka mengenal senjata atau tongkat, maka suara hentakan kaki tadi diganti dengan suara yang ditimbulkan dari hentakan tongkat pada tanah, ataupun suara lain yang ditimbulkan jarena pukulan tongkat dengan tongkat lain.
Selama orang laki-laki menari-nari, maka keluarga mereka melingkari sambil menyanyi ataupun bertepuk tangan membantu menguatkan suara si penari. Ada kalanya para istri mereka dan anak-anaknya memukul-mukul dahan pohon yang telah tumbang sebagai alat bunyi-bunyian yang dia mainkan dengan cara dipukul-pukul, seperti sekarang dapat kita lihat sebagai kentongan ataupun lesung alat penumbuk padi.

Di Jawa Tengah sampai saat ini ada suatu pertunjukan yang disebut Ketoprak lesung, dan lesung tadi dipergunakan sebagai alat bunyi-bunyian pengiringnya. Disamping alat musik pukul, dalam perkembangannya juga dikenal alat musik tiu seperti seruling. Tari-tarian yang diiringi dengan seruling sampai saat ini masih banyak terdapat di pulau Bali. Bunyi-bunyian dapat pula berbentuk alat petik seperti kecapi Sunda atau siter dan clempung di Jawa Tengah.

Alat bunyi lainnya ada yang cara membunyikannya dengan ditepuk baik sebelah sisi ataupun kedua sisinya, seperti terbang dan gendang. Khusus gendang disamping cara memainkannya dengan ditepuk dengan tangan ada pula yang cara memainkannya dengan dipukul dengan sebuah alat pukul seperti bedug.

Perkembangan selanjutnya, di Indonesia terdapat bermacam-macam alat bunyi-bunyian yang semuanya sesuai dengan tingkat perkembangan di setiap daerah. Didaerah Sulawesi sampai sekarang masih hidup suatu tarian yang hanya diiringi instrumen gendang saja, misalnya tari Bathara. Di daerah tersebut juga ada tarian yang diiringi dengan gendang/bedug, seruling dan semacam alat petik seperti instrumen gitar. Di pulau Sumatra kita lihat banyak tarian yang pada dasarnya diiringi dengan suara rebana, dengan viol ataupun akordion seperti tari Serampang duabelas, tari payung.

Ensambel instrumen pengiring yang lengkap pada umumnya terdapat di pulau Jawa dan pulau bali. Tariannya telah diiringi dengan saru unit alat bunyi-bunyian yang disebut gamelan. Dalam buhungannya dengan seni tari, pada umumnya iringan itu berfungsi sebagai penguat ataupun pembentuk suasana, misalnya iringan untuk tari perang, untuk mengiringi seorang pahlawan yang gugur, untuk adegan percintaan dan untuk tari pemujaan. Perlu diketahui bahwa ada pendapat yang mengatakan bilamana seorang tidak tahu iringan seperti orang yang kakinya pincang.

A.4. Tata Rias dan tata Busana
Pada mulanya para penari memakai pakaian sesuai dengan apa yang pada saat itu sedang dipakai. Perkembangan selanjutnya, sesuai dengan kedudukannya seagai salah satu unsur, maka pakaian atau busananya diatur dan ditata sesui dengan kebutuhan tari tersebut. Yang paling utama mendapat perhatian haruslah terlebih dahulu diketahui dan disadari bahwa yang terpenting adalah pakaian atau busana tersebut harus enak dipakai, tidak mengganggu gerak tari, menarik dan sedap dipandang. Bila perlu murah harganya dan mudah didapat.

Di luar jawa, kecuali daerah Bali, pakaian si penari tampak sangat dengat dengan orang-orang yang mengiringinya (musician). Sedangkan di pulau Jawa dan Bali pakaian antara penari dan pengiringnya tampak jauh berbeda. Lebih-lebih untuk tarian yang mengambil cerita wayang, umpamanya untuk tokoh Bima dan Rahwana. Bentuk dan warnanya telah mempunyai ketentuan yang mapan.Ketentuan ini disesuaikan dengan bentuk dan warna tokoh-tokoh tersebut dalam pewayangan.

Meskipun dalam kehidupan sehari-hari dikenal bermacam-macam warna, namun dalam hubungannya dengan kebutuhan pentas, hanyalah beberapa macam warna saja yang biasa dipergunakan. Warna-warna tersebut diambil berdasarkan arti simbolis, sebab secara umum setiap bangsa secara turun-temurun telah memberi suatu pengertian yang bersifat simbolis pada warna-warna tertentu. Misalnya warna merah berarti berani, warna putih berarti suci, warna hijau berarti muda atau remaja dan sebagainya.

Selain bahan pakaian yang dibuat dari kain, juga masih dipakai beberapa perhiasan seperti kalung, binggel, sumping dan sebagainya. Perhiasan ini ada yang dibuat dari jenis imitasi dan ada pula yang dibuat dari kulit binatang. Pada tari tradisional selain perhiasan juga dipakai ikat kepala., baik berbentuk peci atau ikat kepala yang disusun atau diatur dari lembaran kain. Untuk tarian yang mengambil cerita wayang, maka penutup kepala penarinya seperti bentuk kepala pada tokoh wayang tersebut. Kita dapat melihat di Jawa dan di Bali apa yang disebut gelungdan tropong.

Sedangkan tata rias akan membantu menentukan wajah beserta perwatakannya, serta untuk memperkuat ekspresi. Disini harus diketahui perbedaan antara tata rias yang dipakai untuk sehari-hari dengan tata rias yang dipakai untuk pertunjukan tari. Yang dimaksud dengan tata rias sehari-hari adalah yang dipergunakan untuk kehidupan wajar, misalnya untuk pergi ke sekolah, darma wisata ataupun untuk mengunjungi suatu upacara. Maka cara pemakaiannya cukup serba tipis. Demikian pula untuk memperkuat bentuk mata dan bibir perlu dibantu dengan garis-garis yang tipis saja. Sedangkan untuk tata rias pertunjukan tari segala sesuatunya diharapkan harus terlihat lebih jelas. Hal ini selain sebagai penguat perwatakan dan keindahan juga yang penting diketahui bahwa tata rias ini akan dinikmati dari jarak jauh. Misalnya dalam memperjelas wajah, maka garis mata dan alis serta mulut perlu dibuat yang tebal.

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini bahan tata rias tampaknya sudah merupakan hal yang tidak sulit dicari. Hanya masalah harganya saja yang masih sangat tinggi. Namun dapat juga dengan materi (bahan tata rias) yang relatif murah harganya. Tata rias tari sebagai salah saru cabang pertunjukan, pada waktu ini masih perlu dibedakan saja. Yaitu tata rias bagi seni tari yang dipentaskan melalui panggung, melalui televisi maupun melalui film.

A.5. Tema
Pada mulanya, orang menari bukan semata-mata untuk ditonton. Namun dalam perkembangan terakhir ini tari sengaja disusun untuk dipertontonkan. Untuk mendekati tercapainya tujuan maka perlu adanya unsur tema. Tema itu dapat diangkat dari bermacam-macam sumber. Hal ini dapat berasal dari manusia sendiri, dapat berupa pengalaman hidupnya seperti kegiatan sehari-hari, kisah ataupun pengalaman hidupnya sejak dalam kandungan ibu sampai pada masa penguburan junazah. Serta dapat pula dari hasil budidaya yang antara lain dapat berbentuk cerita-cerita baik yang bersifat legende, mitos ataupun sejarah. Yang berbentuk cerita misalnya epos Ramayana, epos Mahabarata. Yang berbentuk legende misalnya Nyai Roro Kidul dan yang berbentuk sejarah misalnya Pangeran Diponegoro, Gajah Mada.

Tari dapat pula diangkat dari tema flora dan fauna. Tema yang diangkat dari flora atau dunia tumbuh-tumbuhan misalnya tari tani, tari minta hujan, tari kumbang sari. Yang diangkat dari tema fauna atau dunia binatang misalnya tari kijang, tari burung, tari angsa dan sebagainya. Ada pula tari yang diangkat dari alam semesta misalnya tari ombak, tari api dan sebagainya. Biasanya tema tadi diambil dan disesuaikan dengan alam sekitarnya serta taraf kehidupan masyarakat pada jamannya.

A.6. Tempat
Tari dilakukan oleh manusia. Manusia sendiri adalah makhluk hidup yang mempunyai ukuran tiga dimensi, yaitu tinggi, panjang dan lebar. Sedangkan dalam kehidupannya manusia selalu bergerak berpindah-pindah. Maka untuk melaksanakan suatu kegiatan tari dibutuhkan waktu dan ruangan atau tempat.

Sepanjang sejarah kehidupan manusia, kegiatan-kegiatan tari selalu dilakukan di suatu tempat yang khusus. Tempat itu pada umumnya berbentuk suatu ruangan yang datar dan terang, artinya dapat dilihat. Mungkin tempat itu berbentuk suatu halaman atau lapangan yang dilingkari tumbuh-tumbuhan, baik di luar ataupun di dalam hutan. Mungkin tempat  tersebut terletak di pinggiran sungai atau di tepi laut. Dalam perkembangannya kebudayaan manusia sampai dewasa ini akhirnya terbentuklah suatu tempat khusus yang dipergunakan untuk pagelaran seperti bentuk arena, lingkaran ataupun pendapa. Ada pula tempat pertunjukan yang berbentuk proscenium, yaitu tempat pertunjukan yang antara penonton dengan yang ditonton dibatasai dengan suatu bingkai.
Mengingat bahwa kegiatan ataupun pagelaran seni tari sebagai tontonan melibatkan dua pihak, yaitu satu pihak yang ditonton dan pihak lain yang menonton, tentu saja tempat pihak yang ditonton memerlukan persyaratan penerangan lampu serta tata suara (sound system). Maka untuk mencapai keberhasilan pagelaran tari dibutuhkan pengaturan tata lampu dan tata suara yang baik.

B. Definisi Tari
Seni tari bersifat universal, artinya seni tari ini dilakukan dan dimiliki seluruh manusia di dunia. Mengingat tempat kedudukan manusia satu dengan yang lain berbeda-beda, maka pengalaman hidup mereka itu beraneka ragam pula. Akhirnya dasar titik tolak pengetahuan merekapun berbeda-beda. Bagi manusia yang hidup di daerah tropis tentu akan berbeda dengan mereka yang hidup di daerah kutub. Bagi yang hidup di daerah pegunungan pasti berbeda dengan yang hidup di padang pasir. Perjuangan mereka berbeda-beda dalam memecahkan suatu masalah. Maka dari itulah, biarpun aspek kejiwaannya sama namun dalam penentuan pembatasan atau dalam memberikan definisi seni tari terdapat keaneka-ragaman.

Tari itu sendiri dalam penggunaannya dapat bermacam-macam. Pada musim hujan di malam hari katak menari-nari sambil menyanyi kerena kegembiraan. Kunang-kunang bergemerlapan memancarkan sinarnya diantara daun padi bagaikan menari-nari karena terpenuhi tuntutan kesenangan hidupnya. Di siang hari di atas dahan yang tinggi burung-burung meloncat-loncat dan terbang kesana kemari seolah menari-nari karena telah terpenuhi tuntutan kodratinya. Bayi lahir, setelah itu menangis, kemudian menari-nari karena telah berhasil memecahkan saat-saat kritis dalam perjuangan menyesuaikan diri dengan kondisi alam semesta. Demikian pula dari suku bangsa primitif sampai jke tingkat bangsa yang telah berkembang dan maju semuanya menari untuk mencerminkan tercapainya tuntutan hidupnya.

Karena rasa kegembiraan, maka dalam mengekspresikan dibentuklah suatu gerakan yang enak untuk dinikmati oleh orang lain. Akhirnya karena rasa kegembiraan pula, manusia mengekspresikan jiwanya dari kelebihan dorongan tersebut melalui gerak yang indah.

Untuk membatasai apa yang disebut tari, maka laihrlah bermacam-macam definisi tari. Definisi tersebut disusun oleh beberapa tokoh seni tari atau tokoh bidang seni lain yang dalam hidupnya banyak berkecimpung dalam bidang seni tari.
Para tokoh tersebut antara lain mendefinisikan tari sebagai berikut:
1.    Ingkang kawastanan beksa inggih punika ebahing sadaya saranduning badan, kesarengan ungeling gangsa, katata pika tuk wiramaning gending, jumbuhing pasemon kalihan pikajenging joged (arti: tari adalah gerak seluruh badan yang diiringi irama lagu musik yang diselaraskan dengan ekspresi tarinya). Dikemukakan oleh BPH Suryodiningrat, seorang ahli tari dari Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bukunya “Babad lan Mekaring Joged Jawi”.
2.    Tari adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-grak ritmis yang indah. Dikemukakan oleh Drs. Sudarsono dalam bukunya “Djawa dan Bali: Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia”.
3.    Tari adalah ekspresi estetis dalam gerak dengan media tubuh manusia. Dikemukakan oleh Drs. Wisnoe Wardhana dalam bukunya “Pengajaran Tari”.
4.    Tari adalah keteraturan bentuk gerak tubuh di dalam ruang. Dikemukakan oleh Drs. Sudharso Pringgobroto dalam kuliah-kuliah ASTI Yogyakarta sekitar tahun 1967.
5.    Tari adalah gerak yang ritmis. Dikemukakan oleh Curt Sach, seorang ahli tari Jerman dalam bukunya “World History of the Dance”.
6.    Tari adalah gerak-gerak yang berbentuk dan ritmis dari tubuh dalam ruang. Dikemukakan oleh Corrie Hartong dalam bukunya “Danskunst”.
7.    Tari dapat dikatakan sebagai suatu naluri, suatu desakan emosi dalam diri kita yang mendorong kita untuk mencari ekspresi pada tari, yaitu gerakan-gerakan luar yang ritmis yang lama kelamaan nampak mengarah kepada bentuk-bentuk tertentu. Dikemukakan oleh Kamaladevi Chattopadhyaya, seorang ahli seni dari India.
8.    Tari adalah ekspresi subyektif yang diberi bentuk obyektif. Dikemukakan oleh La Meri dalam bukunya “Dance Compotition”.

(Supardjan dan I Gusti Ngurah Supartha, 1982 : 17)

Penggolongan Tari


Secara garis besar, penggolongan tari adalah sebagai berikut :
1.    Penggolongan berdasarkan atas koreografinya, digolongkan menjadi:
·        Tari Rakyat, yaitu tari yang sudah berkembang sejak jaman primitif sampai sekarang.
·        Tari Klasik, yaitu tarian yang sudah mengalami puncak keindahannya yang tertinggi. Tarian ini berkembang semenjak kejayaan masyarakat feodal di Indonesia.
·        Tari Kreasi Baru, yaitu tari yang diciptakan dalam bentuk baru. Istilah ini timbul sejak tahun 1950. Tarian baru ini diciptakan dengan maksud untuk memenuhi eskpresi dan keinginan batin penciptanya.

2.    Penggolongan berdasarkan atas fungsinya, digolongkan menjadi:
·        Tari Upacara, yaitu tarian yang bersifat magis untuk mempengaruhi alam, bersifat ritual dan untuk upacara adat yang bersifat religius. Tarian ini sering digunakan untuk upacara agama.
·        Tari Hiburan, yaitu tari yang dititik beratkan pada segi hiburan, dimana tidak diutamakan pada segi keindahannya. Pada umumnya berbentuk tari pergaulan. Tarian ini biasanya ditarikan secara berpasangan antara muda-mudi dengan santai.
·        Tari Pertunjukan, yaitu tari dimana nilai artistiknya sangat diutamakan. Golongan tari-tarian ini adalah merupakan kelompok seni murni, bukan seni terpakai. Biasanya tari ini merupakan sarana ekspresi dari penciptanya yang murni tanpa dibatasi dan disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan lain di luar seni tari.
   
3.    Penggolongan berdasarkan isinya, digolongkan menjadi:
·        Tari Pantomim, yaitu tari yang isi atau temanya mencoba untuk menirukan sesuatu. Yang ditirukan dapat berupa kejala-gejala alam, misalnya hujan, angin, benda-benda alam, kegiatan sehari-hari, dan sebagainya.
·        Tari Erotik, yaitu tari yang mengambil tema percintaan pria dan wanita. Tarian hiburan pada jaman feodal banyak yang mengambil tema erotik yang memang mengasyikkan.
·        Tari Heroik atau Kepahlawanan, yaitu tarian yang mengambil tema kepahlawanan. Biasanya berupa tarian perang. Perang antara yang jahat melawan yang baik/benar. Juga menggambarkan kecintaan seorang pahlawan terhadap tanah airnya.
·        Drama Tari, yaitu rangkaian tari yang disusun sedemikian rupa hingga melukiskan suatu kisah atau cerita drama tari berdialog, baik prosa maupun puisi dan juga ada yang berupa dialog (percakapan). Jika tanpa dialog, maka menggunakan tanda-tanda gerakan ekspresi muka atau mimik sebagai alat untuk berbicara. Adapun cerita yang sangat digemari oleh masyarakat misalnya: Ramayana, Mahabarata, Panji atau juga Babad.

Tari Lenggang Asal Surabaya Jawa Timur

Tari Lenggang Asal Surabaya

Tari lenggang disajikan pada perkembangan budaya masyarakat sekarang, untuk mengangkat citra serta menepis kesan negatif Tand’an dan Ledek serta Jaranan Sandur Madura, maka lahirlah seni tata gerak baru yang dinamakan Lenggang Surabaya. Dengan didukung iringan gamelan, tata rias, tata busana dan tata konfigurasi serta tata sopan yang baru maka tari Lenggang Surabaya terasa lebih sopan dan pantas untuk ditampilkan

Kota Surabaya adalah ibukota provinsi Jawa Timur, Indonesia. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota Surabaya secara geografis terletak antara 0721' Lintang Selatan dan 11236'-11254' Bujur Timur. Jumlah penduduk metropolisnya hampir 3 juta jiwa. Wilayah Kota Surabaya di sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Madura, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Gresik dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo. Luas wilayah Kota Surabaya 274,06 km2 yang terbagi menjadi 31 kecamatan dan 163 desa/kelurahan.

Surabaya lahir tanggal 31 Mei 1293, berkembang menjadi kota terbesar setelah Jakarta, semuanya itu karena semangat warganya yang dinamis dan mau menerima orang lain sebagai saudara.

Kota yang aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah dengan warganya yang ramah tamah akan membawa kenangan bagi yang mengunjungi, semuanya dimiliki oleh kota Surabaya.

Kota yang mempunyai banyak tempat pendidikan Perguruan Tinggi, kawasan industri dan sentra perdagangan terbesar di wilayah Indonesia bagian timur serta basis maritim yang kuat, sangat mendukung berkembangnya kota ini menjadi kota pariwisata.

"Jer Basuki Mawa Bea" merupakan motto Jawa Timur, yang berarti cita-cita hanya dapat dicapai dengan pengorbanan. Hal ini juga menjadi motto utama, khususnya masyarakat Surabaya, Kota Pahlawan yang merupakan gambaran sejarah perjuangan melawan penjajah.

Bermacam-macam jenis obyek wisata dapat dijumpai di Surabaya. Kota ini juga mempunyai banyak wisata sejarah dari kenangan Soerabaja Tempo Doeloe, gedung-gedung tua peninggalan zaman belanda dan jepang salah satunya adalah Hotel Oranje atau Yamato. Terdapat pula tempat wisata yang bernilai sejarah antara lain bangunan kuno peninggalan Belanda seperti Gedung Internatio, Gedung Grahadi, Balai Pemuda, Balai Kota, dan lain-lain. Untuk mengetahui heroisme perjuangan merebut kemerdekaan ada Museum Tugu Pahlawan dan Monumen Kapal Selam. Di pusat kota juga ada peninggalan patung raja kerajaan masa lalu Singosari yaitu Joko Dolog.

Disamping dianugerahi wisata sejarah, Surabaya juga kaya akan wisata belanja. Sebagai kota perdagangan, Surabaya memiliki cukup banyak pusat perbelanjaan dan mal. Benda seni dan souvenir dapat dibeli di Art Shop, airport, dan Gedung Balai Pemuda. Gedung ini juga merupakan pusat kegiatan seni dan budaya di Surabaya.

Obyek wisata yang bernilai religius terutama adalah kawasan Masjid Ampel. Di kawasan ini berdiri masjid kuno yang dikelilingi oleh bangunan China, Arab, bahkan Eropa dengan kebudayaan yang telah membaur dengan baik.

Wisata rekreasi disini adalah menyaksikan matahari terbit, berperahu di Pantai Kenjeran maupun di sungai Kalimas, mengunjungi kebun binatang, taman hiburan, berrnain golf, maupun menyaksikan pertunjukan.

Kesenian tradisional di Kota Surabaya tumbuh dan berusaha untuk tetap dilestarikan. Bentuk kesenian tradisional kota ini banyak ragamnya. Ada seni tari, seni musik dan seni panggung seperti ludruk, gending jula juli suroboyo, tari remo, kentrung, okol, seni ujung, besutan, upacara loro pangkon, tari lenggang suroboyo, dan tari hadrah.

Macam-Macam Tari Asal Jawa Timur

   PERKEMBANGAN TARIAN JAWA TIMUR

Secara garis besar seni tari dijawa timur masih termasuk dalam lingkungan kebudayaan jawa atau kultur jawa hal ini terbukti bahwa jawa timur pernah memegang peranan besar dalam salah satu periode pertumbuhan tari yang ada di jawa, yaitu disaat perpindahan pusat pemerintahan pulau jawa yang berlangsung pada abad XI sampai XIV membawa dampak pergeseran peranan jawa tengah kedalam kehidupan kebudayaan kewilayah jawa timur.Perkembangan tari tradisional jawa timur dapat dibedakan berdasarkan latar belakang historis kultur dan geografisnya, yang mana menurut data kesenian jawa timur terbagi menjadi 2 etnis yang dominan dan beberapa sub etnis yang masing-masing sub etnis ini memiliki ciri tersendiri yang mempengaruhi gerak tari.

a.       Sub Etnis Jawa Kulonan
-          Derahnya dekat dengan kebudayaan jawa yang berakar dari jawa tengah
-          Sifat kebudayaannya disebut Solo oriented arinya berorientasi dari solo
-         Seni tari yang berkembang tidak berbeda dengan seni tari yang berkembang di Jawa Tengah geraknya mengacu pada gerak jawa tengahan.

b.      Sub Etnis jawa pesisir utara
Tarinya bernafaskan keagamaan khususnya agama islam (bersifat/bernafas islami)

c.       Sub Etnis jawa wetanan
-          Derahnya memiliki dialek bahasa tertentu
-          Dalam tarinya memiliki gerak yang dinamis
-          Kesenian tradisinya memiliki corak tersendiri seperti wayang, topeng, ludruk, remo, berkalan.

d.      Sub Etnis Jawa Tengger
-          Letak dilereng gunung wilis
-          Memiliki kebudayaan jawa dengan kepercayaan hindu
-          Kesenian tradisi yang dimiliki yaitu sodoran karo

e.       Sub etnis mandalungan
-          Derah yang meliputi yaitu sepanjang pantai utara selat madura, masuk pedalaman sekitar jember dan lumajang. Bagian timur panarukan ke bondowoso. Perkawinan kultur madura dengan jawa menghasilkan corak khusus yang disebut mandalungan.
-          Seni pertunjukan yang berkembang kuda kencak, glipang, terbang gending, topeng dalang, kenong telok.

f.       Sub etnis madura
Kebudayaan Masyarakat madura banyak memperoleh pengaruh kebudayaan islam, contohnya Pojian, Ajing,  Rhodat, Hadrah, Disamping itu juga masih memiliki sisa-sisa kesenian Indonesia Hindu. Contoh : Topeng Dalang, Tari Gembu (gambuh), Pangkak, Pantil.

g.      Sub etnis osing
Daerah banyuwangi terletak diujung timur jawa timur, Seni tradisi yang berkembang antara lain  :  Tari barong, tari sanyang, tari seblang, tari gandrung dll. Di wilayah ini tidak luput dari pengaruh budaya islam, pengaruhnya terlihat pada seni pertunjukan hadrah, kuntul, pencak silat dsb.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seni tari jawa timur tidak berorintasi pada pusat pemerintahan, melainkan tumbuh dan berkembang dikalangan rakyat dan lingkungan masyarakat.

Macam-Macam Tari Asal Jawa Timur:

   a. Drama Tari Wayang Topeng
Berkembang di daerah malang tepatnya didaerah Jabung, Jatiguri, Banjarsari, Kedungmonggo. Drama tari wayang topeng pada  umumnya menggelar cerita tentang Panji. Didaerah Madura terdapat wayang topeng yang disebut dengan  Topeng Dalang dengan cerita Mahabarata. Didaerah Situbondo tepatnya di Kraksaan dan Panarukan  dikenal dengan nama wayang Kerteh, nama ini disesuaikan dengan nama dalang wayang topeng sekitar tahun 1930 yaitu Kartosuwignyo.
Drama Tari Wayang Topeng

     b.      Tari gandrung Banyuwangi
Tarian ini merupakan jenis tari pergaulan sejenis tayub. Gerak dasar tari gandrung ini merupakan perkembangan dari tari sakral yang disebut Seblang. Tari gandrung ini terdiri dari 3 bagian, diantaranya :
     1. Jejer, berisi ucapan selamat datang untuk para tamu. 
     2. Gandrung, Secara bergantian tukang gedog atau tukang mengatur giliran menari, mempersilahkan para tamu untuk menari dengan penari gandrung. 
     3.    Seblang, Ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa
         
Tari Gandrung Banyuwangi
        

    c.       Tari Jaranan Buto
Tari ini berkembang didaerah Banyuwangi dan Blitar, Tari jaranan buto ini dipertunjukkan pada Upacara iring-iringan pengantin dan khitanan. Tarian ini serupa dengan tari Jaranan Kepang tetapi kuda-kudanya menggambarkan binatang yang berkepala Raksasa.
Tari Jaranan Buto


    d.      Tari Reog Kendang
Tari ini disebut juga dengan Reog Tulungagung, Karen berkembang didaerah Tuliunggagung dan sekitarnya. Konon tarian ini melukiskan tentang iringan – iringan prajurit kediri ketika hendak menjebak raksasan di kawah gunung Kemput, Kisah tarian ini erat hubungannya dengan legenda terjadinya kota Kediri. Versi lain menyebutkan bahwa tarian ini diilhami oleh permainan gendang prajurit bugis dalam salah satu kesatuan laskar trunojoyo, Alat yang digunakan adalah Tam-Tam  (kendang kecil yang digendong)
Tari Reog Kendang


    e.       Tari Reog Ponorogo
Merupakan tarian khas kota Ponorogo, Pada tarian ini terdiri dari pemain kuda kepang, Penari dhadak merak, bujang ganong, klana sewandono, thetek melek, penthul dan tembem serta celengan. Tarian ini  diangkat dari cerita panji yangberkisah tentang perjalanan Raden Klana Sewandono meminang putri kediri yang dalam perjalanannya harus berperang dengan  singobarong dengan burung merak diatasnya.
Tari Reog Ponorogo

   f.       Tari Glipang
Tari ini berkembang dikalangan masyarakat Mandalungan, Gerak Tarinya kebanyakan mengambil unsur-unsur silat dengan gerakan keras tetapi penuh humor, Penggambaran tarian ini yaitu tentang pemuda-pemuda yang sedang berlatih olah keprajuritan.
Tari Glipang


    g.      Tari Gembu /Gambuh
Tarian ini menggambarkan prajurit yang berlatih perang dengan berbekal senjata keris dan perisai kecil. Tarian ini digunakan untuk menyambut tamu agung dan para raja di daerah Sumenep.
Tari Gembu/Gambuh

   h.      Tari Remo
Tari ini dipertunjukkan sebagai tarian untuk mengawali pertunjukan ludruk. Jenis tarinya ada 2 yaitu remo gaya putra dan remo gaya putri.
Disaat menari, penarinya sambil menari juga diselingi dengan nyanyi ( ngidung) yang berisi pantun dengan iringan gendhing jula-juli surabayang diteruskan dengan tropongan, ada juga yang dilanjutkan dengan Krucilan atau bahkan ditambah dengan nyanyi gendhing-gendhing kreasi baru. Dalam perkembangannya tari remo dapat berdiri sendiri sebagai tari lepas.
Tokoh-tokoh peanri Remo yang masih terkenal hingga saat ini adalah : Munalifattah  dari Sidoarjo, Bollet dari Jombang, Markaban dari Surabaya.

Tari Remo

    i.        Tari Beskalan
Suatu bentuk tari gaya putri yang dipertunjukkan sebagai acara kedua setelah tarian pembukaan. Dasar tari terdiri dari rangkaian ragam gerak yang disebut Solah disusun dengan gerak penghubung tertentu yang disebut Sendi. Didalam menari tari beskalan ini kadang-kadang penarinya juga menyanyikan lagu-lagu daerah setempat. Tari putri yang bercorak demikian ternyata masih merata diseluruh jawatimur, dimana tarian ini berfungsi sebagai tari penghormatan kepada para tamu.

Tari Beskalan

Thursday, July 10, 2014

Tata Cara Pengantin Tradisional Kudus

Pakaian pengantin tradisional adat Kudus dapat dilihat seperti gambar dimana pengantin pria mengenakan busana hajj (busana ala syeh dari bangsawan quraisy). Dalam adat pernikahan Kudus ada beberapa tahapan untuk melaksanakan ikatan pernikahan.

Jomblangan : tahap penjajagan
Nontoni : memberi kesempatan kepada jejaka untuk melihat gadis yang akan dijodohkan
Nakokno : menanyakan apakah si gadis mau dijodohkan
Lamaran : peresmian pertunangan
Ater Tukon : penyerahan mas kawin dan penentuan hari perkawinan
Upacara pernikahan : siraman pengantin, jonggolan, kembang mayang, akad nikah, ngundhuh penganten, ondrowino / walimah dengan gelar seni tradisional
Mbesturokno : mengantar pengantin ke rumah mertua

Agenda Lamaran
menggambarkan penyerahan tanda ikatan resmi dari pihak pria kepada pihak wanita bahwa anak gadis tersebut telah ada yang mengikat. Dalam agenda lamaran terdapat upacara Asok Tukon atau penyerahan mas kawin sebagai penganti nilai anak gadis dan penentuan hari perkawinan.

Agenda Midodareni, dimulai dengan kesibukan di rumah calon Pengantin puteri, menghias dan mengatur pelaminan serta persiapan lain dalam rangka hari pernikahan. Upacara Midodareni : dipimpin oleh juru rias pengantin
1. Memandikan calon pengantin puteri
2. Melulur dan meng-halub-halubi calon Pengantin Puteri
3. Memotong rambut sinom, dan rias midodareni
4. Kunjungan calon Pengantin Pria beserta rombongan serta serah terima sesaji (kembang mayang) : upacara jonggolan

Agenda Akad Nikah dan Ondrowino (Ngundhuh Pengantin)
Upacara akad nikah dilaksanakan sesuai dengan Syariat Islam yang dipimpin oleh Naib/KUA dan biasanya bertempat dikantor KUA atau Mesjid sesuai dengan status sosial keluarga Pengantin. Dalam pelaksanaan akad nikah selesai Pengantin Pria di arak menuju kerumah Pengantin Puteri. Perjalanan Pengantin diiringi dengan irama terbang Jidur ,Rebana dan Barongan lengkap dengan Gegar Mayang-Bendera Rontek-Umbu-umbul.

Setelah sampai di halaman rumah Pengantin Putri diadakan upacara :
1. Serah terima ayam jago (adon-adon) yang didahului pencak silat antara “Jagoan Keluarga Pengantin Putri 2. Melawan Jagoan Keluarga Pengantin Pria”
3. Temon Pengantin
4. Membuka cadar Pengantin Putri oleh Pengantin Pria disaksikan para orang tua (pinisepuh)
5. Ondrowino berupa pegelaran seni : Samroh, Rodat, Terbang Jidur
6. Setelah acara selesai dirasa cukup, Pengantin sekalian diboyong ke rumah Pengantin Pria diiringi para sanak keluarga sesuai dengan nilai-nilai adat dan tradisi Kudus.

Batik Khas Kota Kudus

Industri batik Kudus pada awalnya diproduksi secara home industri pada tahun 1800 M. Pusat produksi batik di Kawasan Kudus Kulon ( Kudus bagian barat ). Sesuai dengan sosiokultural yang berlaku pada masa itu bahwa gadis-gadis Kudus Kulon dalam menjalani kehidupannya dipingit oleh orang tua mereka. Untuk mengisi waktu, gadis-gadis tersebut diajari membatik. Selain Rama Kembang, Beras Kecer dan Alas kobong, motif kapal kandas merupakan motif yang digemari para pembeli. Nama kapal kandas terinspirasi pada bangunan rumah kuno berbentuk kapal ( omah kapal ).

Motif tersebut merupakan motif yang diambil dari sejarah kapal dampo awang milik sampokong yang kandas di Gunung Muria. Kapal tersebut membawa rempah-rempah yang berkhasiat sebagai obat-obatan yang sekarang tumbuh subur di Gunung Muria. Cengkeh, daun tembakau, dan alat pelinting rokok sebagai simbol Kudus merupakan kota kretek. motif kapal kandas diilhami dari kandasnya kapal China di kawasan ini, mungkin lebih dari 200 tahun lalu. Kapal bangsa China tersebut kandas dan penumpangnya yang selamat kemudian bermukim di lembah Gunung Muria atau Kudus.

Batik kudus sama seperti batik di daerah pesisir lainnya, amat dipengaruhi budaya China. Batik Kudus mulai dikenal pada abad 17 dan menjadi bagian identitas masyarakat Indonesia Kudus pada rentang waktu 1880 hingga 1940. Setelah itu, berangsur-angsur tradisi ini memudar dan puncaknya pada kurun tahun 1980-2000, Batik Kudus tinggal menjadi artefak budaya yang nyaris punah di masyarakat.

Sejarah mengungkapkan bahwa Batik Kudus dipengaruhi oleh budaya dari pedagang-pedagang Cina kaya yang mendatangkan pembatik-pembatik dari Pekalongan. Tak mengherankan rasanya apabila Batik Kudus disebut sebagai karya multi kultur. Dalam kumpulan Batik Kudus dikenal peranakan yang halus dengan isen-isen yang rumit, diantaranya isen gabah sinawur, moto iwak atau mrutu sewu. Batik- batik ini berwarna sogan (kecoklatan) seperti umumnya batik Jawa Tengah dengan corak tombak, kawung, atau parang, tetapi dihiasi dengan buketan, pinggiran lebar (terang bulan), taburan kembang, kupu-kupu, atau burung dengan warna-warna cerah seperti merah dan serasi dengan warna coklat.

Ciri dan corak khusus inilah yang membedakan batik Kudus dengan produksi batik daerah lain. Berbagai motif batik khas kudus seperti motif Pakis haji, Parijoto, Kapal Kandas, Kaligrafi dan Beras Tumpah kini mulai didaftarkan untuk memiliki hak cipta ke Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia

Rumah Adat Khas Kota Kudus

Arsitektur Tradisional Rumah Adat Kudus
Nilai arsitektur tradisional rumah adat Kudus merupakan salah satu wujud kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni bangunan tradisional warisan nenek moyang masyarakat Kudus. Nilai kebudayaan tersebut pada prinsipnya berupa bentuk bangunan, bahan, struktur dan fungsi bangunan dengan macam ragam seni hias, motif dan cara pembuatannya. Bila ditilik dari bentuk, tata ruang, ragam hias, sestem ekonomi yang terkandung didalamnya maka gaya arsitektur tradisional rumah adat Kudus merupakan perpaduan antara kebudayaan Cina, Hindu dan Islam. Rumah Adat Kudus, yang menurut kajian historis-arkeologis, telah ditemukan pada tahun 1500 – an M, dibangun dengan bahan baku 95 % berupa kayu jati dengan teknologi pemasangan sistem “knoc-down” (bongkar pasang tanpa paku). Merupakan seni ukir 4 dimensi dari perpaduan seni ukir Hindu, Persia (Islam), Cina, dan Eropa, dengan tetap ada nuansa ragam hias asli Indonesia. Keunikan Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik untuk dicermati adalah kandungan nilai-nilai filosofis yang direfleksikan rumah adat ini.

Sejarah Singkat Ukiran Kudus
Seni ukir di Kudus mulai ketika seorang imigran dari Cina yaitu The Ling Sing tiba pada abad 15. Beliau datang ke Kudus tidak hanya menyebarkan ajaran Islam tetapi juga menekuni keahliannya dalam kesenian mengukir. Aliran kesenian The Ling Sing adalah Sun Ging yang terkenal karena halus dan indahnya. Dari daerah Kudus inilah beliau banyak menerima murid yang mempelajari agama maupun seni ukir.
Perbedaan Ukiran Kudus dan Jepara
Seni ukir di Kudus berkembang pada pembuatan rumah. Ukirannya halus dan indah, bunganya kecil-kecil dan bisa 2 atau 3 dimensi.
Seni Ukir Jepara berkembang pada peralatan rumah tangga, misalnya almari, tempat tidur, kursi dan lain-lain. Bentuk ukirannya besar-besar.

Motif Ukiran Kudus

Rumah adat Kudus terdiri dari beberapa motif ukiran yang dipengaruhi budaya Cina, Hindu, Islam, Eropa. Motif dan gaya seni ukir tersebut adalah :
1. Motif China berupa ukiran naga yang terletak pada bangku kecil untuk masuk ruang dalam
2. Motif Hindu digambarkan dalam bentuk perpaduan yang terdapat di gebyok ( pembatas antara ruang Jogo Satru dan ruang dalam )
3. Motif Persia / Islam digambarkan dalam bentuk bunga, terdapat dalam ruang Jogo Satru
4. Motif Eropa digambarkan dalam bentuk mahkota yang terdapat diatas pintu masuk ke gedongan.
ragam hias ukiran, misalnya : pola kala dan gajah penunggu, rangkaian bunga melati (sekar rinonce), motif ular naga, buah nanas (sarang lebah), motif burung phoenix, dan lain-lain.

Bentuk Rumah Adat Kudus

Bentuk rumah adat Kudus adalah Joglo Pencu yang berpenampilan perkasa serta anggun. Rumah joglo Pencu tampak menjulang tinggi. Atap rumah adat dibuat dari genteng sedangkan diatas genteng masih bertengger gendeng yang pada umumnya kepala gendeng bermotif tumbuh-tumbuhan ( sulur-suluran ) sebagai ciri budaya Islam. Ada beberapa jenis gendeng yaitu gendeng wedok ( gelung cekak), gendeng gajah ( gendeng pendamping dibubungan atap ), gendeng raja ( gendeng tengah pada bubungan atap). Pada puncak atap bertengger gendeng raja dengan motif tumbuh-tumbuhan. Fisik bangunan rumah adat Kudus berdiri diatas landasan alas yang terdiri dari 5 trap diatas permukaan tanah yaitu bancik kapisan ( trap terbawah ), bancik kapindo ( kedua ), bancik katelu ( ketiga ), Jogan Jogosatru ( trap lantai ruang depan ), Jogan Lebet ( trap lantai ruang dalam ). Tata rumah adat Kudus tampak sederhana, dan terdiri beberapa ruangan yaitu : Jogo satru yaitu ruangan depan yang sekarang difungsikan sebagai ruang tamu. Didalam ruangan Jogo satru terdapat satu tiang yang disebut Soko Geder. Ruang dalam ( inti ) berfungsi sebagai kamar-kamar dan gedongan ( kamar utama ) yang digunakan untuk menyimpan kekayaan dan sebagai kamar tidur kepala keluarga. Diruang dalam ini terdapat kerangka bangunan yang ditumpu oleh 4 buah sokoguru. Diatas keempat soko guru terdapat Pangeret Tumpang Songo ( kamuncak berlapis sembilan ) yang semakin keatas semakin mengecil. Pawon ( ruang keluarga ) digunakan untuk aktifitas keluarga ( ruang makan, ruang bermain anak dan dapur ).

Sebagai kelengkapan gaya arsitektur tradisional rumah adat Kudus ini terdapat Pakiwan ( berupa sumur, kamar mandi dan padasan/tempat wudlu ) Biasanya terletak di depan rumah sebelah kiri sejajar dengan pawon. Pada umumnya rumah adat Kudus selalu menghadap ke selatan karena :
Sinar matahari pagi bisa masuk kedalam rumah sehingga kesehatan penghuninya terjamin.
Bila musim kemarau tritisan depan rumah tidak langsung terkena sinar matahari sehingga tetap adem
Bila musim penghujan tritisan rumah terlindung dari hujan sehingga bagian depan rumah tidak diterpa air hujan terus menerus dan aman dari bahaya lapuk

Tata Cara Perawatan Rumah Adat Kudus
Kekhasan (keunikan) Rumah Adat Kudus yang juga cukup menarik adalah tatacara perawatan rumah adat yang dilakukan oleh masyarakat pemiliknya sendiri dengan cara tradisional dan turun-temurun dari generasi ke generasi. Jenis bahan dasar yang digunakan untuk perawatan Rumah Adat Kudus merupakan ramuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman empiris pemiliknya, yaitu ramuan APT (Air pelepah pohon Pisang dan Tembakau) dan ARC (Air Rendaman Cengkeh). Ramuan ini terbukti efisien dan efektif mampu mengawetkan kayu jati, bahan dasar Rumah Adat Kudus, dari serangan rayap (termite) dan sekaligus meningkatkan pamor dan permukaan kayu menjadi lebih bersih, karena ramuan APT dan ARC dioleskan berulang-ulang ke permukaan dan komponen-komponen bangunan kayu jati.

Mengenal Pakaian Adat Pria dan Wanita di Kota Kudus

Pakaian Adat Wanita
Caping Kalo
Baju kurung beludru
Jarik/Sinjang Laseman
Selendang Tohwatu
Selop kelompen

Aksesoris kepala dan leher yaitu sanggul besar dengan cunduk mentul berjumlah lima atau tiga buah, Suweng beras kecer atau suweng babon angkrem, kalung (sangsang) robyong berjuntai lima (5) atau berjuntai sembilan (9), menghiasi leher sampai dengan dadanya, kancing peniti dari keping mata uang: ece, ukon, rupih atau ringgit, gelang lungwi, cincin Sigar Penjalin
   
Pakaian Adat Pria
Blangkon gaya Surakarta
Beskap Kudusan
Jarik Laseman
Selop alas kaki
Ikat pinggang atau Timang
Keris motif Gayaman atau ladrangan
Nilai Filosofis

Caping kalo tutup kepala
bentuknya bulat melambangkan bahwa setiap manusia wajib berpasrah diri secara bulat dan untuk kepada Sang Maha Pencipta, Allah S.W.T, Caping Kalo : melambangkan manusia supaya mampu menutup telinga (nacapi kuping), terhadap suara-suara negatif yang merugikan kehidupan, sebab disana banyak segala kemungkinan ( kae-lhoooooo [dalam bahasa Indonesia artinya : disana lho] ) yang perlu diwaspadai.

Kalung robyong berjuntai lima atau sembilan
melambangkan bawalah kemana saja (kalungake; Jw.) sebagai pegangan hidup yaitu lima rukun Islam, yang diajarkan oleh para wali di tanah Jawa (Wali Songo), tentang Iman dan Islam. Lakukanlah secara berobyong (kebersamaan seiman guna mencapai kebahagiaan dunia/akhirat).

Kancing peniti berupa uang emas direnteng
melambangkan bahwa manusia harus menghargai nilai-nilai iman sampai ke dalam relung hati, kancinglah (kuncilah/tutuplah) segala sesuatu yang biasanya menggoda hati manusia dan menghancurkan manusia. Terimalah dengan senang hati bila dihinakan (diece-kancing-ece), teguhlah kepada berbagai cita-cita mulia (rupi-rupi-pengarah-kancing rupiah Jw.), agar nilai hidupmu tetap bernilai tinggi, lebih tinggi dari uang ringgit emas di dadamu.

Gelang Lungwi
melambangkan Pagari dan ikatlah kedua tanganmu seerat dan sekuat tali lungwi, yaitu tali tampar yang terbuat dari kulit bambu apus agar tanganmu terkendali dan tidak terjerumus melakukan perbuatan tercela, yang meskipun secara lahiriah tampak menguntungkan, tetapi sebenarnya manusia tertipu (kapusan-pringapus).Berbuatlah engkau seperti elungnya uwi (pucuk jalur tanaman ubi), selalu merunduk meskipun berusaha berdiri. Kaum muda harus waspada karena masih hijau pengalamannya (pucuk elung uwi hijau muda), karena setiap kelengahan akan mudah patah (masih muda/lunak) dan kahirnya pasti merugi.

Gelung Sanggul Bercunduk Mentul
melambangkan janganlah mahligai dirimu tidak terawat, aturlah dengan kebulatan tekad pasrahmu dan sisipkan angan citamu perbuatan yang mikolohi serta cundhuk (sesuai) dengan mentul merunduknya imanmu. Jadikanlah tingkah lakumu yang membuat mentul, bijaksana serta adil.

Keris pusaka
melambangkan disengker cikben ora miris. Pusaka piyandel harus selalu melekat pada tubuh manusia, agar tidak mengalami keraguan atau ketakutan dan guna memperoleh ketenangan jiwa bawalah pusaka. Yang paling ampuh ialah kalimat syahadat.. Janganlah manusia lepas dari kalimat syahadat karena bila terlepas bisa menghantarkan manusia ke neraka.Bersikaplah gagah kesatria, karena pusaka sudah melekat pada tubuhmu.

Jam Gandul Berantai Emas
jam melambangkan petunjuk tentang waktu, seharusnya tidak boleh menunda waktu ibadah lima waktu dimana saja, jaga aja nganti kesundhul (gandhul) wektu amarga kena godha rentengana ngoyak bondho (emas).Tegasnya demi waktu janganlah ibadah menjadi tertunda akibat terlilit oleh harta benda.

Blangkon/ikat kepala
memberikan peringatan kepada manusia agar bersikap lebih terbuka dan jangan suka memberi perintah kepada orang lain (blakblakan lan aja tukang sepakon atau blangkon). Lindungilah otakmu dari semua gangguan, ikatlah seerat mungkin tekadmu demi kebagusan (kebaikan).

Suweng Beras Kecer/Babon Angkrem
memberi peringatan kepada manusia agar jangan berbuat gegabah jangan tergesa-gesa berbuat meskipun dibakar oleh santer/kekerasannya suara dan informasi yang membangkitkan amarah. (Suweng = aja kesusu ngaweng/nyabet, sanajan beda laras, hammangkelake lan ngekecer wirang).Tutuplah telinga rapat-rapat dan redamlah suara negatif meskipun menyakitkan hati, karena semua cercaan, hinaan, cemoohan dan ejekan adalah pundi-pundi kebahagiaan.

Tari Kretek dari Kota Kudus Memiliki Makna Proses Pembuatan Rokok


Tari Kretek ini diilhami oleh pembuatan rokok yang berada di kota Kudus. Tarian jenis kreasi ini merupakan tarian yang menceritakan proses pembuatan rokok.
Penciptanya, seniman Endang dan Supriyadi, mempunyai Sanggar Tari Puringsari. Tema tarian ini diambil dari cara melipat rokok, cara membatil (menggunting ujung-ujung rokok), dan pengepakan.
Idih Tri Relianto menyampaikan itu di sela-sela Pameran Displai Data Hasil Penelitian yang diselenggarakan Program Studi Pendidikan Seni S2 semester III Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (Unnes), Senin (16/12), di rektorat lantai I kampus Sekaran. Pameran diikuti 33 mahasiswa selama dua hari (16-17/12).
Idih Tri Relianto mengemukakan, tari ini menceritakan awal mula pembuatan rokok kretek, yakni mulai dari cara memilih tembakau yang baik untuk dipakai membuat rokok. Setelah menjadi rokok, tugas buruh mbatil selanjutnya memotong bagian ujung rokok untuk merapikannya, kemudian buruh mbatil membawa rokok tadi ke mandor untuk diperiksa.
Ketika memeriksa rokok, sang mandor kadang memasang muka seram atau malah mesam-mesem kepada sang mbatik.
Untuk menambah suasana rancak dalam tarian ini, kata Idih Tri Relianto diiringi dengan gamelan jawa jenis pelog lancaran, ditambah dengan tembang kinanti kota kretek yang diiringi oleh terbang papat, jedor, bonang, saron, slentem, demung, kendang bem, kendang ciblon, dan ketipung.
Penarinya memakai kostum dan atribut Caping kalo, Konde Ayu, Cunduk, Suweng Markis, Kalung susun renteng 9 melambangkan wali sanga, Bros 5 melambangkan rukun islam ada lima, gelang lungwi, kebaya kartinian, selendang lurik, stagen, idep kalung susun pitu, jarik laseman, celanan rancingan kuning, epek timang (sabuk), dan gesper,” katanya.
Senada dengan Idih Tri Relianto, Angga Amoriska mengambil tema “Satu Jejak Penting Karya Mansyur Daman: Joko Linglung” (1988). Dia menengarai komik Indonesia tidak menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Padahal, kata Angga Amoriska, karya Mansyur Daman bisa menjadi cerita bagi generasi untuk mencintai Indonesia.
“Ada anggapan bahwa orang mendengar kata komik itu identik dengan sisi negatif padahal tidak semua komik itu negatif. Bahkan ada peneliti komik Indonesia dari Perancis Marcel Bonneff meneliti komik Indonesia mempunyai peluang maju,” tegas Angga Amoriska.
Selain itu, dipamerkan pula, Tari Aplang Banjarnegara (Niansari Susapto Putri), Seni Kriya Miniatur Sepeda Kuno Desa Pohlandak Rembang ( Arif Bayu Dwi J), Tradisi Malam Jumat Kliwonan di Kabupaten Batang (Medi Prihatmana).
Kemudian Terbang Biola Sabdo Rahayu Desa Pekiringan Kabupaten Tegal (Mujiati dan Endri Muris Jatmiko), dan Perajin Wayang Kulit Ki Sudharjo Desa Ngablak Kecamatan Tayu Kabupaten Pati (Dian Purbarini).

Tuesday, July 1, 2014

Tari Ratéb Meuseukat diciptakan oleh Teungku Chik Asal Aceh


Tari Ratéb Meuseukat merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal daribahasa Arab yaitu ratéb asal kata ratib artinya ibadat dan meuseukat asal kata sakat yang berarti diam.

Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syair atau ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama diSeunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada Allahdan sanjungan kepada Nabi, dimainkan oleh sejumlah perempuan dengan pakaian adat Aceh. Tari ini banyak berkembang di Meudang Ara Rumoh Baro di kabupaten Aceh Barat Daya.

Pada mulanya Ratéb Meuseukat dimainkan sesudah selesai mengaji pelajaran agama malam hari, dan juga hal ini tidak terlepas sebagai media dakwah. Permainannya dilakukan dalam posisi duduk dan berdiri. Pada akhirnya juga permainan Ratéb Meuseukat itu dipertunjukkan juga pada upacara agama dan hari-hari besar, upacara perkawinan dan lain-lainnya yang tidak bertentangan dengan agama.

Saat ini, tari ini merupakan tari yang paling terkenal di Indonesia. Hal ini dikarenakan keindahan, kedinamisan dan kecepatan gerakannya. Tari ini sangat sering disalahartikan sebagai tari Saman milik suku Gayo. Padahal antara kedua tari ini terdapat perbedaan yang sangat jelas. Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaitu rapa’i dangeundrang.

Keterkenalan tarian ini seperti saat ini tidak lepas dari peran salah seorang tokoh yang memperkenalkan tarian ini di pulau Jawa yaitu Marzuki Hasan atau biasa disapa Pak Uki.

Tari Perang Kebasaran Asal Minahasa


Kota Tomohon yang penduduknya sebagian besar adalah suku Minahasa, mempunyai tarian perang yang bernama Kabasaran. Kabasaran adalah sekelompok pria yang memakai baju adat perang Minahasa. Kabasaran juga sering disebut dengan Cakalele, tapi sebutan Cakalele adalah sama dengan tarian perang dari daerah Maluku. Pada saat ini Tarian Perang Kabasaran dipertunjukan pada saat-saat pawai dan juga pada waktu penjemputan tamu-tamu penting daerah.

Tarian ini merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa, yang diangkat dari kata; Wasal, yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Tarian ini diiringi oleh suara tambur dan / atau gong kecil. Alat musik pukul seperti Gong, Tambur atau Kolintang disebut “Pa ‘ Wasalen” dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.

Tiap penari kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya yang terdahulu, karena penari kabasaran adalah penari yang turun temurun. Tarian ini umunya terdiri dari tiga babak (sebenarnya ada lebih dari tiga, hanya saja, sekarang ini sudah sangat jarang dilakukan).

Babak – babak tersebut terdiri dari :

(1) CAKALELE, yang berasal dari kata “saka” yang artinya berlaga, dan “lele” aritnya berkejaran melompat – lompat. Babak ini dulunya ditarikan ketika para prajurit akan pergi berperang atau sekembalinya dari perang. Atau, babak ini menunjukkan keganasan berperang pada tamu agung, untuk memberkan rasa aman pada tamu agung yang datang berkunjung bahwa setan-pun takut mengganggu tamu agung dari pengawalan penari Kabasaran.

(2) Babak kedua ini disebut KUMOYAK, yang berasal dari kata “koyak” artinya, mengayunkan senjata tajam pedang atau tombak turun naik, maju mundur untuk menenteramkan diri dari rasa amarah ketika berperang. Kata “koyak” sendiri, bisa berarti membujuk roh dari pihak musuh atau lawan yang telah dibunuh dalam peperangan.

(3) LALAYA'AN. Pada bagian ini para penari menari bebas riang gembira melepaskan diri dari rasa berang seperti menari “Lionda” dengan tangan dipinggang dan tarian riang gembira lainnya. Keseluruhan tarian ini berdasarkan aba-aba atau komando pemimpin tari yang diseut “TUMU-TUZUK” (Tombulu) atau “SARIAN” (Tonsea). Aba-aba diberkan dalam bahasa Sub – etnik tombulu, Tonsea, Tondano, Totemboan, Ratahan, Tombatu dan Bantik. Pada tarian ini, seluruh penari harus berekspresi Garang tanpa boleh tersenyum, kecuali pada babak lalayaan, dimana para penari diperbolehkan mengumbar senyum riang.

Busana yang digunakan dalam tarian ini terbuat dari kain tenun Minahasa asli dan kain “Patola”, yaitu kain tenun merah dari Tombulu dan tidak terdapat di wilayah lainnya di Minahasa, seperti tertulis dalam buku Alfoersche Legenden yang di tulis oleh PN. Wilken tahun 1830, dimana kabasaran Minahsa telah memakai pakaian dasar celana dan kemeja merah, kemudian dililit ikatan kain tenun. Dalam hal ini tiap sub-etnis Minahasa punya cara khusus untuk mengikatkan kain tenun. Khusus Kabasaran dari Remboken dan Pareipei, mereka lebih menyukai busana perang dan bukannya busana upacara adat, yakni degan memakai lumut-lumut pohon sebagai penyamaran berperang.

Tari Pho dari Aceh


Tari Pho adalah tari yang berasal dari Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata peubae, peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila raja yang sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom.

Tarian ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama Islam, tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.

Tarian Cendrawasih diciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem


Tari Cendrawasih merupakan tari duet yang ditarikan oleh penari putri, kendatipun dasar pijakannya adalah gerak tari tradisi Bali, beberapa pose dan gerakannya dari tarian ini telah dikembangkan sesuai dengan interpretasi penata dalam menemukan bentuk - bentuk baru sesuai dengan tema tarian ini. Busana ditata sedemikian rupa agar dapat memperkuat dan memperjelas desain gerak yang diciptakan.

Tarian ini di ciptakan oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem (yang juga sebagai penata busana dari pada tarian ini) dalam rangka mengikuti Festival Yayasan Walter Spies. penata tabuh pengiring adalah I Wayan Beratha dan I Nyoman Widha pada tahun 1988

Tarian Lenso dari Maluku Untuk Mencari Jodoh


Tarian Lenso adalah tarian muda-mudi dari daerah Minahasa (sulut) dan daerah Maluku,Tarian ini biasanya di bawakan secara ramai-ramai bila ada Pesta. Baik Pesta Pernikahan, Panen Cengkeh, Tahun Baru dan kegiatan lainnya.

Tarian ini juga sekaligus ajang Pencarian jodoh bagi mereka yang masih bujang...mau coba?

Lenso artinya Saputangan. Istilah Lenso, hanya dipakai oleh orang-orang (masyarakat di daerah Sulut, sebagian Sulteng dan daerah lain di Indonesia Timur)
◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Total Pageviews

Copyright 2013 Macam-Macam Tarian di Indonesia: July 2014 Template by Hand's. Powered by Blogger