Friday, April 4, 2014

Tari Emprak Berupa Sholawatan dari Jepara Jawa Tengah



Tari Emprak adalah jenis pengembangan kesenian rakyat Emprak, berupa seni peran yang mengangkat pesan moral, diiringi dengan musik yang biasanya berupa salawatan. Tari ini berasal dari Jepara, Jawa Tengah.

Emprak tradisional dimainkan oleh 9-15 orang, semuanya lelaki. Pengiringnya adalah alat musik rebana besar, kecil, dan kentongan, pakaian dan rias wajah seadanya berupa kaos, sarung, dan topi bayi. Dan waktu pementasan semalam suntuk di atas lantai dengan gelaran tikar lesehan. Sementara emprak masa kini bisa dimainkan mulai dari 5 orang, beberapa di antaranya wanita, dengan diiringi rebana besar, kecil, kentongan, dan tambahan alat musik modern seperti orgen, gitar, dan suling. Kostum pemain diperbaharui dengan rompi dan sarung, rias wajah yang lebih baik, serta waktu pementasan yang bisa dibatasi lebih pendek dalam 1-2 jam. Pementasan dilakukan di panggung khusus.

Tema diambil dari kejadian di masyarakat seperti : kawin lari, kawin paksa, perselisihan rumah tangga, dan sebagainya yang diakhiri dengan pesan‑pesan dan hikmah dari cerita yang dipentaskan. Dalam menyuguhkan suatu cerita juga diselingi dengan lawakan, tuntunan-tuntunan, serta pesan pengetahuan.

Kesenian emprak merupakan kesenian yang berasal dari Jepara (Jawa Tengah), khususnya seni tradisi masyarakat desa Cepogo. Menurut mbah Bajuri sebagai ketua Emprak, kesenian Emprak “Ponco Worno” di desa Cepogo, berasal dari Mataram dan Magedat, kesenian ini menceritakan tentang dua saudara kakak beradik, sang kakak mempunyai sifat baik, suka mengaji, dan sang adik mempunyai sifat sebaliknya, nakal, suka main judi, dan suka minum-minuman. Pada suatu hari sang kakak berkunjung ke rumah sang adik dan mengajaknya untuk berbuat kebaikan. Tetapi sang adik tidak memperdulikan ajakan sang kakak, kemudian sang kakak kabur dengan membawa dua alat rebana, dan ternyata sang adik pun ikut serta dengan sang kakak pergi ke Warudoyong Sidoarjo. Disana mereka menggantungkan hidup dengan cara mengamen menggunakan alat rebana tersebut, mereka mengamen dengan cara menyanyi dan menari untuk mengajak kebaikan kepada setiap orang yang melihat pertunjukan mereka. begitulah awal mula kisah terbentuknya seni Emprak “Ponco Worno” di desa cepogo.

Kesenian Emprak ini beranggotakan 12 orang, mbah Bajuri sebagai ketua, dan wakilnya Pak Nurali Ngarpani, serta 10 anggota lainnya. Menurut Bapak Nurali walaupun usia mereka tidak muda lagi, tetapi mereka tetap mau apabila di undang untuk mengisi suatau acara, kerena menurut beliau dan kawan-kawan dengan tetap aktif di dalam kesenian emprak ini dapat melestarikan kesenian yang ada  di desa mereka agar tidak hilang.

Alat musik yang digunakan dalam kesenian Emprak ini adalah dua kendang (besar dan kecil), terbang (alat musik seperti ketipung tapi lebih besar), dan menggunakan dua alat musik saron . walaupun kesenian emprak adalah kesenian tradisional, namun bisa melayani permintaan emprak dangdut atau klasik, disesuaikan dengan permintaan yang mengundang mereka dalam suatu acara.

Mbah Bajuri dan kawan-kawan kesenian tari emprak berharap bahwa generasi muda, khususnya muda-mudi desa Cepogo mau meneruskan kesenian emprak, agar kesenian emprak ini terus berkembang dan terus ada. Sehingga dapat selalu melestarikan salah satu kebudayaan tradisional di desa mereka.

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Total Pageviews