Sunday, November 2, 2014

Tari Sanghyang Dianggap Sakral di Masyarakat Bali

Posted by Blogger Name. Category: ,

Image : Tari Sanghyang Dianggap Sakral di Masyarakat Bali
TARI SANGHYANG, TARI UPACARA YANG DIANGGAP SAKRAL DI MASYARAKAT BALI
Masyarakat Bali yang mayoritas penduduknya beragama Hindu sangat percaya adanya roh halus dan jahat serta alam yang mengandung kekuatan magis. Untuk mengimbangi dan menetralisir keadaan tersebut masyarakat mengadakan upakara (upacara) yang dilengkapi dengan tari-tarian yang bersifat relegius antara lain Tari Sanghyang yaitu suatu tari upacara sakral yang berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk mengusir wabah penyakit yang terdapat di suatu daerah tertentu.
Dalam keadaan sehari-hari, tari-tarian tradisional yang sakral seperti itu tidak dapat dinikmati di sembarang tempat dan waktu, berbeda halnya dengan tarian yang sudah dimodifikasi menjadi tontonan umum seperti tari barong, legong, baris, tari kecak dan sebagainya.
Tari Sanghyang ada beberapa jenisnya antara lain Sanghyang Dedari, Sanghyang Dewa, Sanghyang Deling, Sanghyang Dangkluk, Sanghyang Penyalin, Sanghyang Celeng, Sanghyang Medi, Sanghyang Bumbung, Sanghyang Kidang, Sanghyang Janger, Sanghyang Sengkrong dan Sanghyang Jaran.
Secara umum Tari Sanghyang berfungsi untuk mengusir wabah penyakit yang sedang melanda suatu desa (daerah) ataupun sebagai sarana pelindung terhadap ancaman dari kekuatan magis hitam (black magic). Tari yang merupakan sisa-sisa kebudayaan pra Hindu ini biasanya ditarikan oleh dua gadis yang masih kecil (belum dewasa) dan dianggap masih suci. Mereka, calon penari Sanghyang harus menjalankan beberapa pantangan, seperti tidak boleh lewat di bawah jemuran pakaian, tidak boleh berkata jorok dan kasar, tidak boleh berbohong, tidak boleh mencuri dan sebagainya, serta harus mengikuti petunjuk dan tata tertib desa yang telah ditentukan.
Penari Sanghyang pada waktu menari tersebut dalam keadaan tidak sadar (in trance) seperti kemasukan roh. Mula-mula calon penari dengan kerudung putih kepalanya diasapi dengan kemenyan dan nyanyian suci mengalun mengiringi upacara awal. Untuk menjaga agar dua penari ini tidak jatuh ketika memasuki alam tidak sadar, ditugaskan dua orang wanita. Kerudung putih akan dibuka setelah penari tadi sudah nadi (kehilangan kesadaran). Dalam keadaan seperti inilah mereka menari-nari, kadang-kadang di atas bara api dan selanjutnya keliling desa dengan maksud mengusir wabah penyakit. Biasanya atraksi ini dilakukan pada malam hari sampai tengah malam.
Image : Tari Sanghyang Dianggap Sakral di Masyarakat Bali

Di Bali pengertian mengenal Tari Sanghyang ada beberapa jenis. Setiap kabupaten bahkan juga desa mempunyai ciri khas masing-masing. Misalnya pada jenis Tari Sanghyang Dedari, umumnya ditarikan oleh seorang atau dua gadis kecil, melalui upacara pedudusan (pengasapan) yang diiringi dengan nyanyian atau kecak dengan musik gending pelebongan. Dalam keadaan tidak sadar penari Sanghyang diarak memakai peralatan yang lazimnya disebut joli (tandu). Di Desa Pesangkan, Karangasem ada variasi lain yaitu dua gadis penari tadi menari di atas sepotong bambu yang dipikul, sedang di Kabupaten Bangli penari Sanghyang menari di atas pundak seorang laki-laki, Jenis tari Sanghyang seperti ini juga dikenal dengan nama Tari Sanghyang Dewa. Mungkin tingkatan dedari (bidadari) dan dewa dalam hal ini dianggap sama
Selain itu dikenal juga dengan nama Tari Sanghyang Deling. Tari ini ditarikan oleh dua gadis dengan membawa deling (boneka dari daun lontar) yang dipancangkan di atas sepotong bambu. Deling ini dianggap dapat kemasukan roh suci lalu diarak sambil menari. Sanghyang Deling dulu terdapat di sekitar danau Batur. Gamelan (musik) yang dipergunakan sangat sederhana yaitu hanya seruling dan gendang. Sekarang tarian ini sudah tidak dijumpai lagi di tempat tersebut. Namun demikian tarian yang hampir sama dengan Sanghyang Deling dapat dijumpai di Tabanan dan diberi nama Sanghyang Dangkluk
Ada pula Tari Sanghyang yang mempergunakan rotan sehingga disebut Sanghyang Penyalin (penyalin berarti rotan). Tari ini ditarikan oleh seorang laki-laki dan sambil mengayun-ayunkan sepotong rotan panjang dalam keadaan tidak sadar
Di Desa Pesangkan dan Duda. Karangasem ada lagi jenis Tari Sanghyang yang digemari oleh anak-anak, yang disebut Sanghyang Celeng (celeng "berarti, babi). Tarian ini ditarikan oleh seorang anak-laki yang berpakaian serat ijuk berwarna hitam. Ia menari dan mnirukan gerakan-gerakan jalannya seekor babi, berkeliling desa dengan maksud mengusir roh jahat yang mengganggu ketenteraman desa. Dalam jenis yang sama di Bali utara dikenal juga Tari Sanghyang Memedi (memedi berarti mahluk halus). Penarinya berpakaian istri daun atau pohon padi sehingga menyerupai memedi. Penari Sanghyang Memedi juga menari dengan tidak sadarkan diri setelah diisapi dengan kemenyan.
Di Desa Sanur Denpasar yang juga dikenal dengan pantainya yang indah mempunyai Tari Sanghyang yang hanya ditarikan pada malam bulan purnama yang disebut dengan Sanghyang Bungbung, dengan mempergunakan potongan bambu yang diberi lukisan orang sebagai pelengkap. Tari ini ditarikan oleh seorang wanita yang juga dalam keadaan tidak sadar
Jenis Tari Sanghyang lainnya yaitu Sanghyang Kidang, yang hanya dijumpai di Bali utara, ditarikan oleh seorang wanita. Dalam keadaan tidak sadar penari menirukan gerakan-gerakan seekor kidang (kijang). Tarian ini diiringi dengan nyanyian bersama tanpa mempergunakan alat musik.
Tari Sanghyang yang sudah mengalami perkembangan dan perubahan yang sudah dikenal luas sampai sekarang adalah Sanghyang Janger. Dulu tarian ini ditarikan dalam keadaan tidak sadar dan bersifat sakral, namun kemudian mengalami perubahan dan menjadi Tari Janger yang diiringi dengan cak. Tari ini dapat disaksikan luas seluruh pelosok Pulau Dewata dengan makna yang sudah berbeda.
Tari Sanghyang yang juga dikenal luas di Bali adalah Sanghyang Jaran. Penyebarannya hampir pada setiap kabupaten. Penarinya biasanya terdiri dari dua laki-laki. Bentuk kuda yang dipergunakan bervariasi. Di Bali selatan terbuat dari kayu dan rotan dengan ekor pucuk kelapa dan penari meniru gerakan kuda dalam keadaan tidak sadar. Di Bali utara penarinya memakai topeng kuda dan diiringi dengan kecak.
Di tengah derasnya arus kebudayaan asing yang melanda pulau Bali, beberapa Tari Sanghyang di beberapa tempat pada masyarakat Bali masih diyakini membawa mujizat dan keselamatan. Sementara itu para seniman juga cukup jeli mengembangkan dan menggali tari-tari tradisional yang disakralkan menjadi tari yang dapat dinikmati sebagai hiburan tanpa harus kesurupan.

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Total Pageviews