Di Kabupaten Nganjuk terletak sebuah padepokan kesenian tradisional yaitu padepokan kesenian tayub, yang lebih jelasnya berada di Desa Ngrajek, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk.
Desa Ngrajek, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur merupakan daerah pedesaan yang masih asri. Di daerah tersebut para penduduknya masih memegang teguh adat istiadat setempat. Mereka masih sangat menghargai alam dan sangat mencintai kesenian. Jika kita memasuki desa tersebut kita akan merasakan hawa seni yang sangat kental. Para penduduk di desa tersebut sangatlah ramah tamah dengan orang lain. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang sering kali bersifat individualis, bahkan tidak jarang masyarakat perkotaan tidak mengenali siapa yang menjadi tetangganya.
Setiap harinya para warga di Desa Ngrajek beraktivitas seperti masyarakat biasanya, sehingga desa tersebut tidak terlihat sebagai pusat kesenian tayub di Kabupaten Nganjuk. Akan tetapi jika ada hari-hari besar atau ada warga yang memiliki hajat desa tersebut pasti diramaikan dengan kesenian tayub. Terlebih jika bulan jawa atau bulan syuro tiba, desa tersebut akan sangat ramai oleh para pendatang dari desa lain bahkan dari kota lain dikarenakan pada bulan tersebut bertepatan dengan acara wisuda para waranggono yang sudah menjadi agenda tahunan di Kabupaten Nganjuk.
Tari Tayub atau acara Tayuban. merupakan salah satu kesenian Jawa yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip dengan tari Jaipong dari Jawa Barat. Unsur keindahan diiikuti dengan kemampuan penari dalam melakonkan tari yang dibawakan. Tari tayub mirip dengan tari Gambyong yang lebih populer dari Jawa Tengah.
Tarian ini biasa digelar pada acara pernikahan, khitan serta acara kebesaran misalnya hari kemerdekaan Republik Indonesia. Perayaan kemenangan dalam pemilihan kepala desa, serta acara bersih desa. Anggota yang ikut dalam kesenian ini terdiri dari sinden, penata gamelan serta penari khususnya wanita. Penari tari tayub bisa dilakukan sendiri atau bersama, biasanya penyelenggara acara (pria). Pelaksanaan acara dilaksanakan pada tengah malam antara jam 09.00-03.00 pagi.
Penari tarian tayub lebih dikenal dengan inisiasi ledhek. tari tayub merupakan tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. beberapa tokoh agama islam menganggap tari tayub melanggar etika agama , Dikarenakan tarian ini sering dibarengi dengan minum minuman keras. pada saat menarikan tari tayub sang penari wanita yang disebut ledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari tersebut. Sering terjadi persaingaan antara penari pria yang satu dengan penari pria lainnya, persaingan ini ditunjukkan dengan cara memberi uang kepada Tledek (istilah penari tayub wanita).
Persaingan ini sering menimbulkan perselisihan antara penari pria.
Kesenian tayub yang pada zaman dahulu sempat masyhur diseluruh wilayah di Provinsi Jawa Timur, kini tak lagi dikenal oleh banyak kalangan masyarakat. Kesenian yang mengakar berabad-abad di Nganjuk itu harus bersaing keras dengan perkembangan era pertunjukan. Acara hajatan yang dulu selalu di meriahkan dengan tarian para waranggono kini telah kalah dengan panggung-panggung dangdut ataupun layar tancap yang menampilkan hiburan yang lebih menarik.
Mulai redupnya kesenian tayub banyak disebabkan karena, citranya yang dikenal identik dengan keburukan akibat para penikmat seni tayub yang menikmatinya dengan cara yang kurang sopan disertai dengan minum minuman keras. Untuk memperbaiki citra tayub, didirikan organisasi yang dapat memayungi kesenian tayub di Nganjuk.
Didalam organisasi tersebut, selain diberikan pelajaran beragam gerak tari, para waranggono diberi pembinaan untuk mengikis tindakan tercela dari para penikmat seni tayub yang biasanya menyertai setiap pertunjukan tayub. Sebenarnya banyak gadis di Kabupaten Nganjuk yang ingin ikut dalam kesenian tayub sebagai waranggono. Para gadis tersebut sangat tertarik dengan kesenian tayub, selain karena ingin melestarikan dan mengembalikan kejayaan seni tayub seperti dahulu, mereka juga sangat tertarik dengan hasil yang akan mereka peroleh kelak jika mereka telah manggung atau pentas.
Dalam sekali pentas para waranggono bisa mendapatkan honor hingga ratusan ribu rupiah, itupun belum termasuk uang hasil saweran para tamu yang menikmati tarian dari para waranggono.
Akan tetapi sekarang ini banyak orang tua yang melarang anak gadisnya yang ingin menjadi waranggono. Para orang tua takut dikarenakan kesenian tayub banyak dikenal masyarakat sebagai kesenian yang jauh dari kebaikan. Sehingga para gadis mengurungkan niatnya untuk menjadi waeanggono dalam kesenian tayub. Sehinga berakibat mundurnya kesenian tayub karena semakin tahun jumlah waranggono semakin berkurang.
Kesenian atau kebudayaan dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu unsur yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Karena dengan kebudayaan atau kesenian tersebut kehidupan manusia tidak terlihat monoton. Begitu juga dengan kabupaten Nganjuk yang dahulu sempat masyhur dengan kesenian tayubnya. Tetapi bagaimanakah pandangan banyak kalangan tentang kesenian tayub tersebut.
Para masyarakat umumnya memandang kesenian tayub dari sisi negatifnya. Dan bukan salah merekalah jika mereka memandang seni tayub seperti itu. Semua itu disebabkan karena, para tamu atau para penikmat seni tayub seringkali menikmatinya dengan mabuk-mabukan serta tidak jarang mereka melecehkan para waranggono yang sedang menari diatas panggung. Terlebih-lebih dalam pandangan kam muslim. Dalam kesenian tayub terdapat aksi saweran dan meminum minuman yang memabukkan.
Padahal, saweran sebenarnya adalah pemberian uang kepada waranggono oleh seseorang setelah menari bersama. Pemberian atau saweran ini dilakukan sebagai ucapan terima kasih kepada waranggono atas kesempatan untuk menari bersamanya. Nilai dan jumlah saweran tidak ditentukan, tergantung kemampuan si penyawer. Namun, cara pemberiannya yang dilakukan saat saweran itulah yang dipandang negatif oleh halayak umum. Saweran biasanya diberikan dengan cara diselipkan pada dada waranggana. Bisa pada bagian luar atau bahkan juga ada yang menyelipkannya lebih dari itu. Tentunya, pemberi saweran memiliki niat yang negatif terhadap para waranggono.
Manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki rasa seni yang tinggi tidak akan pernah lepas dari apa yang namanya kebudayaan ataupun kesenian. Dalam hal ini bagi masyarakat Nganjuk, sebuah kabupaten kecil di Provinsi Jawa Timur yang masih banyak warganya memegang teguh kesenian mereka, yaitu kesenian tayub.
Kesenian tayub merupakan seni tari yang mempertontonkan lekak-lekuk tubuh penarinya. Bagi para gadis yang ingin menjadi waranggono, mereka harus melewati beberapa syarat dahulu sebelum mereka diwisuda. Setelah di wisuda mereka akan mendapatkan surat izin untuk menjadi seorang waranggono.
0 comments:
Post a Comment