Thursday, January 30, 2014

Contoh Tari Massal atau Berkelompok



Tari berkelompok adalah bentuk penampilan tari yang ditarikan oleh banyak penari atau lebih dari dua orang. Dalam tarian berkelompok dituntut keserempakan dan keseragaman gerak yang lebih tinggi agar pertunjukan tariannya tampak lebih dinamis dan indah. Para penari perlu menyamakan presepsi akan tariannya. Semua ini dimaksudkan agar dalam pementasan mereka tampak kompak dan serasi satu sama lainnya. Berikut ini adalah beberapa contoh dari tari berkelompok, yaitu:


Tarian Srimpi ini diciptakan pada zaman Sultan Hamengku Buwono V (1822-1855), dikenal dengan nama “Srimpi Hadi Wulangun Bronto”, yaitu kisah asmara yang luhur antara Dewi Renggowati dari Bojonegoro dengan Prabu Anglingdarma dari Malowopati. Sekarang lebih dikenal dengan sebutan Srimpi Renggowati.

      Berlainan dengan tari srimpi yang umumnya terdiri atas empat orang penari, srimpi Renggowati ini dilakukan oleh lima orang penari wanita. Akan tetapi, penari srimpi itu sendiri memang empat orang, yang kelima adalah penari sebagai Dewi Renggowati. Ketika keempat penari Srimpi itu menari, Dewi Renggowati diam saja. Baru setelah yang keempat duduk, ia mulai menari.

      Pada bentuknya yang kuno, pakaian srimpi ini menggunakan paes (kostum) seperti pengantin lengkap dengan gelung bokornya. Di samping itu, menggunakan cara berkain pinjungan, yaitu cara gadis kecil memakai kain, tetapi masih ditambah dengan kemben yang dililitkan seputar dada, yang ujungnya diikat seperti selendang kecil yang panjang menjuntai hamper sampai lutut.

      Dalam pertunjukkan lain Srimpi Renggowati menggunakan gaya zaman Sultan Hamengkubuwono VII akhir, yaitu tetap masih dengan paes dan gelung bokor, tetapi memakai baju seperti srimpi umumnya dengan kain dan seredan sebelah kiri.

      Sesuatu yang khas dalam rangkaian gendhing yang mengiringi tari srimpi ini adalah karena dua pathet dalam laras slendro sanga dan pathet manyura telah disatukan dalam komposisi gendhing secara utuh bersambung. Pada permulaannya mempergunakan lagu-lagu laras slendro pathet sanga, namun berakhir dengan lagu-lagu laras slendro pathet manyura.




      Tari Kecak berasal dari Bali. Tari Kecak merupakan sebuah pertunjukan seni khas Bali yang sudah banyak terkenal di penjuru dunia. Tari Kecak pertama kali dilakukan sekitar tahun 1930. Lagunya diambil dari ritual tarian Sanghyang kuno yang sampai saat ini masih dilakukan beberapa desa.

      Selama tarian Sanghyang, seseorang akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur, dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya pada masyarakat. Yang membuat Tari Kecak istimewa adalah semua music dan suara berasal dari manusia. Suara manusia yang kompak dan beruntun membuat suasana benar-benar hidup. Hanya ada beberapa suara yang berasal dari krincingan di kaki beberapa penari.

      Di awal pertunjukan, sekitar lima puluh orang penari lelaki yang berlengging dan hanya memakai sarung poleng dengan corak kotak hitam putih duduk di dalam satu bulatan melingkari sebuah kayu dengan beberapa lilin di atas kayu tersebut. Tinggi kayu tersebut kira-kira dua meter. Sambil duduk melingkar, orang-orang itu membagi diri dalam beberapa nada suara sehingga jika dipadukan akan terdengar bagus, kompak dan hidup.

      Tari kecak bercerita tentang kisah Ramayana, Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, Sugriwa, dan nama-nama lain muncul dalam wujud penari. Rama dibuang dari kerajaan Ayodya karena dikhianati. Dengan diiringi oleh istrinya yang setia, Shinta, dan adiknya Laksmana, mereka masuk ke sebuah kawasan hutan bernama dandaka. Raja raksasa, Rahwana, bertemu dengan mereka tatkala mereka di dalam hutan dan Rahwana terus menggilai Shinta yang jelita. Dengan ditemani oleh patihnya, Marica, Rahwana mencari jalan untuk menculik Shinta. Dengan menggunakan kekuatan ajaibnya, Marica mengubah dirinya menjadi seekor kijang emas. Shinta yang melihat kijang emas yang cantik itu lantas meminta suaminya untuk memburu kijang istimewa ini.

      Rama dan Laksamana pergi memburu kijang emas yang diidamkan Shinta. Ketika Rama dan Laksamana pergi, Rahwana pun menculik Shinta dan membawanya pulang ke istananya, Alengka (alkisah, pada waktu Rahwana mau menculik Shinta, Jatayu mencoba melawan, tetapi dapat dikalahkan oleh Rahwana). Rama yang mengetahui penculikan Shinta oleh Rahwana lantas mencari jalan untuk menyelamatkan istrinya ini. Ketika itu, datanglah Hanoman, raja segala monyet, membantu. Tarian Kecak ini diakhiri oleh penari yang menjadi Hanoman menendang sabut yang sedang terbakar. Bagian ini dikenal dengan tarian api atau fire dance.



Tati Saman adalah sebuah tarian suku Gayo di daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Tarian ini biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Selain itu tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun sekarang, Tari Saman juga dapat kita lihat pada festival-festival tari maupun lomba Tari Saman. Dalam beberapa literature menyebutkan Tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.

Tari Saman merupakan salah satu media untuk pencapaian dakwah. Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan. Sebelum Saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.

Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Tarian dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh yang biasanya duduk ditengah-tengah deretan penyanyi. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna.

Tarian Saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian Saman: Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama islam, Syeikh Saman mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian, tarian ritual yang bersifat religious ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tari Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo).

Jumlah penari Tari Saman biasanya banyak, sampai berpuluh-puluh orang. Lebih baik jika jumlah penari ini ganjil. Setelah sering dilombakan, muncullah semacam ketentuan, yaitu yang duduk berjajar bersaf-saf itu jangan sampai kurang dari sepuluh orang.



Tari Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut tamu ataupun dalam perayaan adat. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita. Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik tiup).

Para penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Penari pria mengenakan kostum yang didominasi warna merah dan kuning serta memakai penutup almunium yang disisipi dengan bulu putih. Saat Tari Cakalele ditampilkan, terkadang arwah nenek moyang dapat merasuki penari dan kehadiran arwah tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.


        
      Tari Tor Tor adalah salah satu jenis tari yang berasal dari suku batak di Sumatera Utara. Menurut salah satu pakar tari Tor Tor dan juga mantan anggota anjungan Sumatera Utara 1973-2010, tari Tor Tor sudah menjadi budaya Batak sejak abad ke 13. Jika anda mendengar ada sebuah tari yang akan diklaim oleh Malaysia waktu dekat ini, adalah tarian Tor Tor.

      Menurut sejarahnya, Tor Tor sudah ada sejak abad ke 13 di Sumatera Utara. Nenek moyang orang Mandailing diperkirakan berasal dari suku Karen yang tinggal di perbatasan Burma dan Myanmar. Tari Tor Tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan roh. Di masa lalu, tari ini dilakukan oleh patung-patung batu yang telah dimasuki roh. Roh itu menggerakkan batu seperti menari namun dengan gerakan kaku.

      Ada beberapa jenis tari Tor Tor. Ada Tor Tor Pangurason atau tari pembersihan yang digelar pada saat membersihkan tempat sebelum adanya pesta agar diberi kelancaran dan dijauhkan dari mara bahaya. Selain itu ada juga yang dinamakan Tor Tor Sipitu Cawan atau Tari Tujuh Cawan yang digelar pada saat pengukuhan raja yang menceritakan tentang tujuh bidadari yang mandi di Gunung Pucuk Buhit. Apabila sebuah desa dilanda musibah, maka pada tanggal musibah tersebut akan digelar Tarian Tor Tor dengan maksud meminta petunjuk atas masalah tersebut.

      Tari Tor Tor termasuk sangat sederhana dalam hal gerakan. Para penari Tor Tor cukup membuat gerakan tangan yang cukup terbatas dengan gerakan kaki jinjit-jinjit mengikuti iringan musik yang disebut sebagai magondangi yang terdiri dari alat-alat musik tradisional seperti gondang, suling, terompet batak dan lain-lain.

      Busana Tari Tor Tor sangat sederhana. Pria dan wanita yang ingin menarikan Tari Tor Tor cukup mengenakan baju biasa yang dikenakan saat pesta. Baju ini dilengkapi dengan aksesoris berupa tenunan khas batak yang bernama Ulos. Ulos yang digunakan ada dua jenis, yaitu ulos yang berupa ikat kepala dan ulos yang berupa selendang. Motif selendang ulos yang digunakan tergantung dari pesta apa yang sedang digelar. Dengan properti busana yang sangat sederhana seperti ini membuat semua orang yang menghadiri suatu pesta dapat menari Tor Tor bersama-sama.

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Total Pageviews