Friday, October 25, 2013

Sejarah dan Pengertian Upacara adat Tabuik dari Sumatra barat



Tabuik adalah perayaan memperingati Hari Asyura (10 Muharam) yaitu mengenang  kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad Saw  yaitu Saidina Hassan bin Ali yang wafat diracun serta Saidina Husein bin Ali yang gugur dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Iraq tanggal 10 Muharam 61 Hijrah (681 Masehi). Dalam pertempuran yang tidak seimbang itu, tubuh Imam Husain yang sudah wafat dirusak dengan tidak wajar. Kepala Imam Husein dipenggal oleh tentara Muawiyah. Kematian Imam Husein diratapi oleh kaum Muslim terutama Muslim Syiah di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Tradisi mengenang kematian cucu Rasulullah tersebut menyebar ke sejumlah negara dengan cara yang berbeda-beda. Di Indonesia, selain di Pariaman, ritual mengenang peristiwa tersebut juga diadakan di Bengkulu. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali, tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan kepada umat Islam setelah Imam Husain meninggal. Namun, janji itu ternyata dilanggar dan malah mengangkat Jazid yaitu anaknya sebagai putera mahkota.

Sejarah peringatan tabuik
Sebagian Muslim percaya jenazah Husain diusung ke langit menggunakan Bouraq dengan peti jenazah yang disebut Tabot. Kendaraan Bouraq yang disimbolkan dengan wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik. Awalnya Tabuik sebagai simbol ritual bagi pengikut Syi’ah untuk mengumpulkan potongan-potongan tubuh Imam Husein dan selama ritual itu para peserta berteriak “Hayya Husein, hayya Husein” atau yang berarti “Hidup Husein, hidup Husein”. Akan tetapi, di Pariaman teriakan tersebut telah berganti dimana para pengusung dan peserta Tabuik akan berteriak “Hoyak Hussein, hoyak Hussein” sambil menggoyang-goyangkan menara Tabuik yang berbentuk menara dan bersayap serta sebuah kepala manusia.
Festival Tabuik masuk kalender acara wisata Sumatra Barat dan kalender acara wisata nasional. Puluhan ribu orang dari pelosok Sumatra Barat dan perantau datang ke Pariaman hanya ingin melihat Festival Tabuik selama 14 hari. Upacara tabuik dapat dihadiri hingga sekitar 6.000 orang per hari dan 90.000 orang saat puncak acara.

Pelaksanaan upacara tabuik
Acara Tabuik di Pariaman dan Ta’ziyeh di Iran memiliki kesamaan ritual yaitu untuk memperingati kematian Imam Hussein.  Dalam perayaan ini masyarakat menyaksikan dua buah tabuik atau keranda setinggi 13 hingga 15 meter yang masing-masing diangkat oleh 20 lelaki. Mereka menggoyang-goyang, memutar-mutar, dan mengarak tabuik dari pusat kota menuju pantai. Lalu, pemain gendang tasa menepuk irama, mengiringi setiap liukan tabuik, dentamnya membangkitkan semangat. Di antara irama gendang terselip teriakan keras “Hoyak Hussein”.

Arti kata tabuik
Kata tabuik yang berasal dari bahasa Arab dapat mempunyai beberapa pengertian. Pertama, tabuik diartikan sebagai ‘keranda’ atau ‘peti mati’. Pengertian yang lain mengatakan bahwa tabuik artinya adalah peti pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian Bani Israel dengan Allah. Tabut pada mulanya sebuah peti kayu yang dilapisi dengan emas sebagai tempat penyimpanan manuskrip Taurat yang ditulis di atas lempengan batu.  Akan tetapi, Tabuik kali ini tidak lagi sebuah kotak peti kayu yang dilapisi oleh emas. Namun,  yang diarak oleh warga Pariaman adalah sebuah replika menara tinggi yang terbuat dari bambu, kayu, rotan, dan berbagai macam hiasan. Puncak menara adalah sebuah hiasan yang berbentuk payung besar, dan bukan hanya di puncak, di beberapa sisi menara hiasan berbentuk payung-payung kecil juga terpasang berjuntai. Tidak seperti menara lazimnya, bagian sisi-sisi bawah Tabuik terkembang dua buah sayap. Di antara sisi-sisi sayap itu, terpasang pula ornamen ekor dan sebuah kepala manusia sepertinya wajah wanita lengkap dengan kerudung. Bambu-bambu besar menjadi pondasi sekaligus tempat pegangan untuk mengusung Tabuik yang terlihat kokoh dan sangat berat. Butuh banyak pria untuk mengangkatnya dan butuh banyak kucuran keringat untuk mengoyaknya.

waktu pelaksanaan upacara tabuik
Tradisi Tabuik telah terpelihara sejak 1829 oleh warga Pariaman. Perayaan Tabuik diselenggarakan setiap 1 hingga 10 Muharam. Ada beberapa versi mengenai asal-usul perayaan tabuik di Pariaman. Versi pertama mengatakan bahwa tabuik dibawa oleh orang-orang Arab (Muslim Syiah) yang datang ke Pulau Sumatera untuk berdagang. Sedangkan, versi lain berdasarkan catatan Snouck Hurgronje mengatakan bahwa tradisi Tabuik masuk ke Indonesia melalui dua gelombang. Gelombang pertama sekitar abad 14 M, tatkala Hikayat Muhammad diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu. Melalui buku itulah ritual tabuik dipelajari Anak Nagari. Sedangkan, gelombang kedua tabuik dibawa oleh tentara Cipei/Sepoy dari India penganut Islam Syiah yang dipimpin oleh Imam Kadar Ali. Pasukan  itu berasal dari India yang oleh Inggris dijadikan serdadu ketika menguasai  Bengkulu dari tangan Belanda sesuai Traktat London, 1824.

Dalam sejarah Pariaman, Tabuik pertama kali diperkenalkan serdadu Tamil yang menjadi bagian pasukan Inggris pimpinan Thomas Stamfort Raffles. Saat itu Inggris menguasai Bengkulu tahun 1826. Pasukan Tamil yang kebayakan Muslim setiap tahun menggelar pesta Tabuik dimana di Bengkulu bernama “Tabot”. Kegiatan ini kemudian diikuti pula oleh masyarakat yang ada di Bengkulu dan meluas hingga ke Panian, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidi, Banda Aceh, Meulauboh dan Singkil. Dalam perkembangan berikutnya, ritual itu satu-persatu hilang dari daerah-daerah tersebut dan akhirnya hanya tinggal di dua tempat yaitu Bengkulu dengan sebutan Tabot dan Pariaman dengan sebutan Tabuik. Setelah perjanjian London 17 Maret 1829, Inggris harus meninggalkan Bengkulu dan menerima daerah jajahan Belanda di Singapura. Sebaliknya Belanda berhak atas daerah-daerah jajahan Inggris di Indonesia termasuk Bengkulu dan wilayah Sumatera lainnya. Serdadu Inggris harus meninggalkan Bengkulu, namun pasukan Tamil yang mayoritas Muslim memilih bertahan dan melarikan diri ke Pariaman, Sumatera Barat yang saat itu terkenal sebagai daerah pelabuhan yang ramai di pesisir barat pulau Sumatera. Karena pasukan Tamil mayoritas Muslim, mereka diterima masyarakat Pariaman yang memeluk Islam. Terjadilah pembauran sosial-budaya. Salah satu pembauran budaya ditunjukkan oleh Pesta Tabuik. Bahkan Tabuik akhirnya menjadi tradisi yang tidak terpisahkan dari kehidupan warga Pariaman. Di Pariaman, kemudian tabuik diselenggarakan oleh Anak Nagari dalam bentuk Tabuik Adat. Namun, seiring dengan banyaknya wisatawan yang datang untuk menyaksikannya, tahun 1974 pengelolaan tabuik diambil alih oleh pemerintah daerah setempat dan dijadikan Tabuik Wisata.

Proses Pembuatan Tabuik
Tabuik dibuat oleh dua kelompok masyarakat Pariaman, yakni kelompok Pasar dan kelompok Subarang. Kedua tempat tersebut dipisahkan oleh aliran sungai yang membelah Kota Pariaman. Kelompok Tabuik Pasar terdiri dari gabungan 12 desa yang ada di kota Pariaman, sementara kelompok Tabuik Subarang terdari dari gabungan 14 desa lainnya. Dahulu, selama berlangsungnya pesta tabuik selalu diikuti dengan perkelahian antara warga dari daerah Pasar dan Subarang. Bahkan, ada beberapa pasangan suami-isteri yang berpisah dan masing-masing kembali ke daerah asalnya di Subarang dan Pasar. Setelah upacara tabuik berakhir, suami-istri tersebut kembali berkumpul dalam satu rumah. Walaupun korban terluka parah dalam perkelahian, namun ketika acara berakhir mereka bersatu kembali, sehingga suasana kembali tenang dan damai seperti semula.

Tabuik dibuat secara bersama-sama dan melibatkan ahli budaya dan sejarah, serta tokoh masyarakat. Masyarakat berkelompok dan saling bahu-membahu untuk membuat Tabuik dan mengaraknya. Pembuatan tabuik ini memakan biaya puluhan juta rupiah.

Tabuik dibuat oleh kedua tempat ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian atas dan bawah yang tingginya dapat mencapai 15 meter. Bagian atas mewakili keranda berbentuk menara yang dihiasi dengan bunga dan kain beludru berwarna-warni. Sedangkan, bagian bawah berbentuk tubuh kuda, bersayap, berekor dan berkepala manusia berambut panjang.  Kuda itu dibuat dari rotan dan bambu dengan dilapisi kain beludru halus warna hitam dan pada empat kakinya terdapat gambar kalajengking menghadap ke atas. Kuda tersebut adalah simbol Bouraq, kendaraan yang memiliki kemampuan terbang secepat kilat dan digunakan saat Isra’ Miraj Nabi Muhammad Saw. Buraq dipercaya membawa Imam Hussein ke langit.

Bagian tengah Tabuik berbentuk gapura petak yang ukurannya makin ke atas makin besar. Pada gapura itu ditempelkan motif ukiran khas Minangkabau. Di bagian bawah dan atas gapura ditancapkan bungo salapan atau delapan bunga berbentuk payung dengan dasar kertas warna bermotif ukiran atau batik. Puncak Tabuik dihiasi payung besar yang dibalut kain beludru dan kertas hias yang juga bermotif ukiran. Di atas payung ditancapkan patung burung merpati putih. Kaki Tabuik terdiri dari empat kayu balok bersilang dengan panjang sekitar 20 meter. Balok-balok itu digunakan untuk menggotong dan menghoyak Tabuik yang dilakukan sekitar 100 orang dewasa.

Pelaksanaan Upacara adat Tabuik
Pesta Tabuik ini, dulu dikenal sebagai ritual tolak bala, yang diselenggarakan setiap tanggal 1-10 Muharram. Tabuik dilukiskan sebagai  “Bouraq”, binatang berbentuk kuda bersayap, berbadan tegap, berkepala manusia seperti wanita cantik, yang dipercaya telah membawa arwah Hasan dan Husein ke surga. Dengan dua peti jenazah yang berumbul-umbul seperti payung mahkota, tabuik tersebut memiliki tinggi antara 10-15 meter. Puncak Pesta Tabuik adalah bertemunya Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang. Kedua tabuik itu dihoyak dengan ditingkahi alat musik tambur dan gendang tasa. Petang hari kedua tabuik ini digotong menuju Pantai Gondoriah, dan menjelang matahari terbenam, kedua tabuik dibuang ke laut. Dikisahkan, setelah tabuik dibuang ke laut, saat itulah kendaraan bouraq membawa segala arak-arakan terbang ke surga.

tahapan pelaksanaan tabuik
1)    pembuatan tabuik;
2)    tabuik naik pangkat yaitu menyatukan tiap-tiap bagian tabuik;
3)    maambiak tanah yaitu mengambil tanah yang dilakukan pada saat adzan Magrib. Pengambilan tanah tersebut mengandung makna simbolik bahwa manusia berasal dari tanah. Setelah diambil, tanah tadi diarak oleh ratusan orang dan akhirnya disimpan dalam daraga yang berukuran 3×3 meter, kemudian dibalut dengan kain putih, lalu diletakkan dalam peti bernama tabuik;
4)    maambiak batang pisang yaitu mengambil batang pisang dan ditanamkan dekat pusara;
5)    maarak panja atau jari  yaitu mengarak panja yang berisi jari-jari palsu keliling kampung. Maarak panja merupakan pencerminan pemberitahuan kepada pengikut Husein bahwa jari-jari tangan Husein yang mati terbunuh telah ditemukan;
6)    maarak sorban yaitu membawa sorban berkeliling dn  menandakan bahwa Husein telah dipenggal; serta
7)    membuang tabuik  yaitu membawa tabuik ke pantai dan dibuang ke laut.
Selama sepuluh hari (1-10 Muharam), digelar pula berbagai penampilan seni budaya anak Nagari Pariaman, yakni Rabab Pariaman, Gandang Tassa, Randai, Lomba Baju Kuruang, Puisi dan Tari Minang. Selain itu digelar bazar dan pameran aneka produk usaha kecil dan menengah serta komoditi ekspor dari Pariaman. Ratusan ribu pengunjung berdatangan selama pesta “Tabuik”, baik wisatawan Nusantara maupun mancanegara.

Pembukaan Pesta Tabuik
Ditandai Pawai Taaruf oleh ribuan pelajar dan masyarakat yang mengintari kota. Setelah Pawai Taaruf, pesta pun dimulai. Selama pesta yang lamanya 10 hari ada pertunjukan-pertunjukan lain, seperti Pawai tasawuf, pengajian yang melibatkan ibu-ibu dan murid-murid Tempat Pengajian Al Quran (TPA) dan madrasah se-Pariaman, grup drum band, tari-tarian, musik gambus, dan bahkan atraksi debus khas Pariaman. Menyertai acara pembukaan pada hari pertama juga digelar Festival Anak Nagari (permainan tradisional Pariaman), festival Tabuik Lenong dan diakhir pawai Muharam mengelilingi Kota Pariaman. Malam harinya digelar hiburan musik gambus di Lapangan Merdeka yang dihadiri ribuan penonton. Hari kedua, pembuatan Tabuik dimulai dengan pembuatan kerangka dasar Tabuik dari bahan kayu, bambu, dan rotan. Malam harinya, digelar kesenian tradisional “Randai”. Hari ketiga pengerjaan kerangka dasar Tabuik dilanjutkan, sedangkan di lapangan digelar kesenian organ tunggal menampilkan penyanyi-penyanyi lokal. Tanggal 4 Muharram selain melanjutkan pembuatan kerangka dasar Tabuik juga mulai dipersiapkan pembuatan kerangka Bouraq dan malam harinya warga Pariaman dihibur dengan film layar tancap di lapangan Merdeka.

Bahan untuk membuat tabuik
Tabuik merupakan keranda bertingkat tiga yang terbuat dari kayu, rotan dan bambu dengan tinggi mencapai 15 meter dan berat sekitar 500 kilogram. Bagian bawah dan atas Tabuik nantinya akan disatukan dengan cara bagian atas diusung secara beramai-ramai untuk disatukan dengan bagian bawah. Setelah itu, berturut-turut dipasang sayap, ekor, bunga-bunga salapan dan terakhir kepala. Untuk menambah semangat para pengusung Tabuik akan diiringi dengan musik gendang tasa. Gendang tasa adalah sebutan bagi kelompok pemain gendang yang berjumlah tujuh orang. Mereka bertugas mengiringi acara penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat). Gendang ini ada dua jenis. Jenis pertama disebut tasa didiang. Jenis ini dibuat dari tanah liat yang diolah sedemikian rupa, kemudian dikeringkan. Tasa didiang ini harus dipanaskan sebelum dimainkan. Jenis gendang kedua adalah yang terbuat dari plastik atau fiber dan dapat langsung dimainkan. Setelah penyatuan tabuik selesai, kedua tabuik yang merupakan personifikasi dari dua pasukan yang akan berperang dipajang berhadap-hadapan.

Menjelang sore penyatuan tabuik (tabuik naik pangkat), dikerumuni ratusan ribu orang, kedua tabuik itu diarak keliling Kota Pariaman. Masing-masing tabuik dibawa oleh delapan orang pria. Menjelang senja, kedua tabuik dipertemukan kembali di Pantai Gondoriah. Pertemuan kedua tabuik di Pantai Gondariah ini merupakan acara puncak dari upacara tabuik, karena tidak lama setelah itu keduanya akan diadukan (sebagaimana layaknya perang di Karbala). Menjelang matahari terbenam kedua tabuik dibuang ke laut yaitu Pantai Gondoriah. Prosesi pembuangan tabuik ke laut merupakan suatu bentuk kesepakatan masyarakat untuk membuang segenap sengketa dan perselisihan antar mereka. Selain itu, pembuangan tabuik juga melambangkan terbangnya buraq yang membawa jasad Husein ke Surga. Pantai Gondoriah merupakan tempat yang popular di kota Pariaman dan saat prosesi pembuangan itu dijubeli oleh ribuan manusia.

1 comments:

Unknown said...

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Total Pageviews