Incling merupakan tarian
rakyat tradisional yang mempunyai tema cerita yang diambil dari cerita Panji.
Kesenian incling ini dibawakan secara berkelompok dengan jumlah penari 15 atau
17 orang.Pertunjukan ini biasanya diadakan di tempat terbuka dengan durasi 3
sampai 4 jam. Meskipun penarinya laki-laki semua, tetapi ada peran wanita yang
diperankan oleh laki-laki yang disebut “cepet wadon”. Selain itu, yang juga
menarik dan disukai penonton adalah peran tokoh pentul, bejer, serta kethek
atau kera. Beberapa grup Incling yang ada antara lain berada di desa Jatimulyo,
kecamatan Girimulyo, desa Sindutan, kecamatan Temon, dan di desa Tanjungharjo,
kecamatan Nanggulan.
Konon grup incling yang lama akan kehilangan ‘endang’ karena pindah ke
grup Tarian Incling Jawa Tengah yang baru didirikan. Setiap grup kesenian
tradisional sejenis jatilan dan incling dipercaya ada yang ‘menunggu’. Tak
dapat dilihat dengan mata, namun dapat diketahui dalam setiap pementasan,
karena pasti ada penari kemasukan jin yang biasa disebut masyarakat umum ndadi.
‘Endang’ merupakan sebutan ‘jin’ bagi kalangan sesepuh kesenian incling.
Sebagian sesepuh kesenian incling, melatih menari incling ke luar daerah
menjadi pantangan. Pengalaman para perintis grup kesenian incling ‘Langen Bekso
Winarso’. Menurut seorang pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kecamatan Kokap
yang mengisi hari tua menggeluti incling mengungkapkan, sesepuh grup yang
pernah melatih grupnya jarang menerima tanggapan untuk pentas. Kejadian serupa
dialami grup incling lain yang pernah melatih grup kesenian incling yang
sekarang menjadi tempat belajar grupnya.
Sesepuh kesenian Tarian Incling Jawa Tengah akan selalu menolak
jika diminta melatih grup kesenian incling yang baru berdiri. Alasan penolakan
itu bukan karena khawatir grup incling yang baru itu akan menjadi kompetitor
grup yang disepuhi.
“Ini menjadi pantangan bagi sesepuh kesenian incling yang menghendaki grupnya
dapat bertahan lama. Ini bukan takut karena grup kesenian incling yang dilatih
akan menjadi kompetitor baru,” kata Kastomo, anggota sesepuh grup kesenian
incling ‘Langen Bekso Winarso’ di Gunung Rego, Desa Hargorejo, Kecamatan Kokap.
“Orang yang ingin belajar incling harus datang, bukan sesepuhnya yang harus
datang ke daerahnya untuk melatih”, katanya.
Terpisah, penasihat ‘Langen Bekso Winarso’ Samsunurudin mengungkapkan, grupnya
berdiri pada 1989. Sejak mendirikan grup kesenian incling hingga sekarang,
sering menerima tanggapan pentas di tempat orang hajatan. Tarian yang
dipentaskan mengangkat legenda Babad Kediri. Salah seorang putra Samsunurudin,
Suradi mengungkapkan, meskipun mengangkat legenda Babad Kediri, pementasan
incling ‘Langen Bekso Winarso’ memiliki ciri khas yang tidak dimiliki grup
incling lain. Pada awal pentas dan setiap adegan selalu disampaikan sinopsis
sehingga penonton menjadi tahu jalan ceritanya.
Menurut sesepuh grup incling di Plaosan, Desa Hargotirto Saparjo Tani (90),
nama incling lahir karena suara klinting yang terdengar ‘kemrincing’ setiap
penari menggerak-gerakkan kendali kuda lumping. Namun ia tak ingat lahirnya
kesenian incling di wilayahnya. Secara spiritual, nama Tarian Incling Jawa
Tengah dimaknai mendalam menjadi Pancasilane Jagad Gumelare Manungso.
Sekitar 1970-an di wilayah Plaosan, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap terdapat
grup kesenian incling yang cukup terkenal. Di masa kejayaannya, sering diminta
pentas orang punya hajatan, dan acara-acara resmi di lingkungan pemerintahan.
Begitu terkenalnya grup kesenian tersebut, lantunan parikan ‘Inclinge
Hargotirto, Pimpinane Bapak Parjo’ melekat di hati masyarakat.
Pengamat seni yang sekaligus pelaku seni kesenian tradisional Kulonprogo, Drs
Sugiyanto mengakui, incling menjadi salah satu kesenian tradisional lokal
Kulonprogo yang tidak dijumpai di daerah lain. Grup kesenian incling diketahui
pertama kali berdiri di wilayah Plaosan, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap yang
disepuhi Saparjo Tani dan di wilayah Bayeman, Desa Temon Kulon, Kecamatan Temon
yang mementaskan dengan gaya tersendiri dengan penari yang menggunakan kuda
lumping, posisi kepala kuda menengadah ke atas.
“Incling tersebut pernah diteliti dan diseminarkan. Grup
kesenian Tarian Incling Jawa Tengah di Bayeman berdiri lebih dulu. Grup
incling di Hargotirto, berdiri sekitar tahun 1950-an. Perbedaan incling yang
ada di Hargotirto sangat disakralkan, sebelum dipentaskan biasanya melalui
proses spiritual,” jelas Sugiyanto.
Incling di Kulonprogo berbeda dengan Tarian Incling Jawa Tengah yang
diciptakan almarhum Bagong Kussudiardjo, baik dalam bentuk, napas, kostum
penari dan cara penyajiannya.
Kepala Seksi Adat dan Kesenian Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan Pariwisata
Pemuda dan Olahraga (Disbudpar Pora) Kulonprogo Drs R Yudono Hindri Atmoko
mengatakan, hingga saat ini ada sekitar 25 grup kesenian incling. q-k
“Upaya pelestarian grup incling harus mengikuti keinginan masyarakat dengan
berusaha tidak meninggalkan ciri khas kesenian yang hanya ada di Kulonprogo
ini. Upaya lain selalu melibatkan grup-grup untuk pentas,” katanya.
Demikian Artikel tentang Tarian Incling Jawa Tengah semoga bisa
bermanfaat untuk anda yang telah membacanya dan semoga juga bisa menambah
wawasan anda, sekian trimakasih atas perhatianya
0 comments:
Post a Comment