Dari 27 .068 jiwa penduduk kota Batavia pada tahun 1673 tercatat sejumlah 611 orang Melayu, atau sama dengan kurang lebih 2%. Kurang lebih 40 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1815 terjadi peningkatan, menjadi kurang lebih 6 %. Dari sejumlah 47.217 jiwa penduduk tercatat 3.155 orang Melayu.
Saham yang paling besar dari orang Melayu terhadap terbentuknya kebudayaan Betawi adalah bahasa, yakni bahasa Melayu, yang kemudian menjadi dialek Betawi dengan berbagai sub dialeknya. Dalam hal kesenran yang tampak jelas pengaruh Melayunya adalah Samrah tersebut.
Alat musik yang membentuk orkes Samrah adalah harmonium, biola, gitar, dan tamborin. Kadang-kadang dilengkapi dengan rebana bahkan gendang. Mengenai alat musik bernama harmonium ini memang sudah langka.
Orkes Samrah biasa digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian. Lagu-lagu pokoknya adalah lagu Melayu seperti "Burung Putih", "Pulau Angsa Dua", "Cik Minah Sayang", "Sirih Kuning", "Masmura" dan sebagainya. Disamping itu biasa pula dibawakan lagu-lagu yang dianggap khas Betawi, seperti "Kicir-kicir", "Jali-jali", "Lenggang-lenggang kangkung" dan sebagainya."
Kostum yang dipakai pemain musik Samrah ada dua macam yakni ; peci, jas dan kain pelekat atau peci, baju sadariah dan celana batik. Sekarang ditambah lagi dengan model baru yang sebenarnya model lama yang disebut "Jung Serong" (ujungnya serong) yang terdiri dari tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan pentolan satu warna dan sepotong kain batik yang dililitkan dibawah jas, dilipat menyerong, ujungnya menyempul kebawah.
Daerah penyebaran Samrah terbatas didaerah tengah dari wilayah budaya Betawi, yaitu di Tanah Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah Besar dan Petojo. Masyarakat pendukungnya umumnya golongan menengah, baik sosial maupun ekonomi. Popularitasnya tampak makin menurun, sehingga dewasa ini jarang tampak menyelenggarakan pergelaran. Memang akhir-akhir ini tampak adanya usaha untuk menggiatkan kembali, terutama oleh Lembaga Kebudayaan Betawi antara lain dengan memberikan bantuan kepada rombongan Samrah yang dinilai paling representatif, yaitu yang dipimpin oleh Harun Rasyid ( almarhum ).
Dewasa ini tidak ada yang secara khusus melulu menjadi seniman Samrah. Boleh dikatakan semua pemain Samrah sekarang biasa ikut bermain pula pada orkes-orkes lain, seperti Orkes Keroncong, bahkan yang dikenal sebagai Orkes Melayu (bukan Dangdut) seperti yang dipimpin oleh Emma Gangga (almarhumah).
0 comments:
Post a Comment