Gatotkaca adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata yang dikenal sebagai putra Bimasena atau Werkoedara dari keluarga Pandawa. Ibunya yang bernama Hidimbi (Harimbi) berasal dari bangsa rakshasa, sehingga ia pun dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra ia banyak menewaskan sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna.
Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa ia dikenal dengan ejaan Gatutkaca (bahasa Jawa: Gathutkaca).
Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di
angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan "otot
kawat tulang besi".
Kisah kelahiran Gatotkaca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa.
Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun
tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka.
Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan
memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna.
Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang
sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Konta.
Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa
senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus
pusaka tersebut. Namun sarung pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba
yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka.
Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna
yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba
akan menambah kekuatan bayi Tetuka. Namun ia juga meramalkan bahwa kelak
Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta.
Versi pewayangan Jawa melanjutkan, Tetuka kemudian dipinjam Narada
untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang diserang musuh bernama
Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya yang bernama
Kalapracona untuk melamar bidadari
bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu.
Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat.
Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk
dibesarkan saat itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka ke
dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian
melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat
kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa.
Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam
dirinya.
Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa
saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna kemudian memotong taring
Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa.
Batara Guru raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma
untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu diganti namanya menjadi
Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu
terbang secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh
Kalapracona.
Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikahi Ahilawati sang gadis naga dan mempunyai anak bernama Barbarika. Gatotkaca juga menikah dengan seorang wanita bernama Pregiwa. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sasikirana.
Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna. Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa.
Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama Sasikirana. Ia menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna.
Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi
selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya
masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena.
Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, namun bukan raksasa hutan. Ibunya adalah Arimbi putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba.
Arimba sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Rencananya takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa.
Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti,
Brajalamadan, Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai
patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan milik Gatotkaca.
Akibat hasutan tersebut, Brajadenta pun memberontak hendak merebut
takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja.
Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung menghadapi kakaknya itu.
Kedua raksasa kembar tersebut pun tewas bersama. Roh keduanya kemudian
menyusup masing-masing ke dalam telapak tangan Gatotkaca kiri dan kanan,
sehingga manambah kesaktian keponakan mereka tersebut.
Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, bergelar Patih Prabakiswa.
Kematian Versi Mahabharata
Kematian Gatotkaca terdapat dalam buku ketujuh Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra atau Baratayuda pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa, di mana Gatotkaca tentu saja berada di pihak Pandawa.
Versi Mahabharata mengisahkan, Gatotkaca sebagai seorang raksasa memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna,
pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah
tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa kembali ke perkemahan
mereka.
Pertempuran pun berlanjut. Semakin malam kesaktian Gatotkaca semakin
meningkat. Prajurit Korawa semakin berkurang jumlahnya karena banyak
yang mati di tangannya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan
putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap
dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur
berantakan.
Duryodana pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka Indrastra pemberian Dewa Indra yang bernama Vasavi shakti alias Konta
untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka
tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk
membunuh Arjuna. Namun karena terus didesak, Karna terpaksa melemparkan
pusakanya menembus dada Gatotkaca.
Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca masih sempat berpikir
bagaimana caranya untuk membunuh prajurit Kurawa dalam jumlah besar.
Maka Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal
dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa. Pandawa sangat
terpukul dengan gugurnya Gatotkaca.
Dalam barisan Pandawa hanya Kresna
yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna
telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan
relatif aman.
Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri.
Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama Abimanyu putra Arjuna. Suatu hari Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, di mana ia mengaku masih perjaka. Padahal saat itu Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna.
Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar suaminya
telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang
menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang. Kalabendana adalah adik
bungsu Arimbi
yang berwujud raksasa bulat kerdil tapi berhati polos dan mulia. Hal
itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu terpaksa bersumpah jika benar
dirinya telah beristri selain Utari, maka kelak ia akan mati dikeroyok
musuh.
Kalabendana kemudian menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap
Abimanyu. Namun Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya
lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu
emosi, Gatotkaca sampai memukul kepala Kalabendana. Mekipun perbuatan
tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika.
Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Esoknya pada hari ke-14 Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala Jayadrata.
Duryudana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya tersebut. Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa malam itu juga. Karna pun terpaksa berangkat meskipun hal itu melanggar peraturan perang.
Mendengar para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa pun
mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih kaarena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang.
Pertempuran malam itu berlangsung mengerikan. Gatotkaca berhasil
menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Namun ia sendiri
kehilangan kedua pamannya, yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa yang
tewas bersama musuh-musuh mereka, bernama Lembusura dan Lembusana.
Gatotkaca akhirnya berhadapan dengan Karna, pemilik senjata
Kontawijaya. Ia pun menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang
sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca.
Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya.
Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil
menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan
malam itu.
Gatotkaca pasrah terhadap keputusan dewata. Namun ia berpesan supaya
mayatnya masih bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju.
Ia kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka
itu pun musnah bersatu dengan sarungnya, yaitu kayu Mastaba yang masih
tersimpan di dalam perut Gatotkaca.
Gatotkaca telah tewas seketika. Arwah Kalabendana kemudian
melemparkan mayatnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga
lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping tertimpa tubuh
Gatotkaca yang meluncur kencang dari angkasa. Akibatnya, pecahan kereta
tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang
berada di sekitarnya. Tidak terhitung banyaknya berapa jumlah mereka
yang mati.
By Wikipedia
0 comments:
Post a Comment