Tari topeng Klana adalah gambaran seseorang yang bertabiat buruk,
serakah, penuh amarah dan tidak bisa mengendalikan hawa nafsu, namun
tarinya justru paling banyak disenangi oleh penonton. Sebagian dari
gerak tarinya menggambarkan seseorang yang tengah marah, mabuk,
gandrung, tertawa terbahak-bahak, dan sebagainya. Lagu pengiringnya
adalah Gonjing yang dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Struktur tarinya
seperti halnya topeng lainnya, terdiri atas bagian baksarai (tari yang
belum memakai kedok) dan bagian ngedok (tari yang memakai kedok).
Beberapa dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi
tarian ini menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana
yang diiringi dengan lagu Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua,
adalah Klana Udeng yang diiringi lagu Dermayonan.
Tari topeng Klana sering pula disebut topeng Rowana. Sebutan itu
mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni
tokoh Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh
Klana dalam cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana
kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa
dalang topeng, misalnya Sujana dan Keni dari Slangit; Sutini dari
Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut, hanya
kedoknya saja yang sama.
Jika kedok Klana yang ditarikan itu memakai
kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian kepalanya dan di bagian
punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang disebut topeng
Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan sangat
mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong.
Dalam pertunjukan topeng hajatan, yakni setelah tari topeng
tersebut selesai, penari biasanya melakukan nyarayuda atau ngarayuda,
yakni meminta uang kepada para penonton, tamu undangan, pemangku dan
panitia hajat, para pedagang, dan lain-lain. Ia berkeliling seraya
mengasong-asongkan kedok yang dipegang terbalik–bagian dalamnya terbuka
dan bagian wajahnya menghadap ke bawah–dan kedok berubah fungsi menjadi
wadah uang. Mereka memberikan uang seikhlasnya tanpa merasa ada suatu
paksaan. Setelah merasa cukup, penari kembali ke panggung dan sebagai
rasa terima kasih, ia kembali mempersembahkan beberapa gerakan tari
topeng Klana, sebagai tarian ekstra.
Nyarayuda atau ngarayuda adalah sebuah pesan moral atau simbol yang
mengingatkan kita tentang bagaimana sebaiknya berkehidupan di
masyarakat. Klana adalah seorang raja yang kaya raya, yang tak kurang
suatu apapun, namun ia masih merasa kekurangan, merasa segalanya belum
cukup, sehingga ia tetap berusaha untuk mengambil sebanyak-banyaknya
harta tanpa memperdulikan apakah itu hak atau batil. Itulah sebenarnya
pesan yang ingin disampaikan nyarayuda, yang artinya bukan semata-mata
mengemis. Hidup, sebaiknya lebih banyak memberi daripada lebih banyak
meminta. Itulah pesan yang ingin disampaikan.
By Toto Amsar Suanda
0 comments:
Post a Comment