Posted by Blogger Name. Category:
jawa timur
,
Mengenal Sejarah Keraton Sumenep di Jawa Timur
,
sejarah keraton sumenep
Sumenep
(bahasa Madura: Songènèb) adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa
Timur, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.093,45 km² dan
populasi ±1 juta jiwa. Ibu kotanya ialah Kota Sumenep. Kabupaten Sumenep
pada masa kolonial dikuasai oleh keluarga Kadipaten Madura, yaitu
keluarga Cakraningrat. Kabupaten ini terletak di ujung timur Pulau
Madura. Kabupaten Sumenep selain terdiri wilayah daratan juga terdiri
dari berbagai pulau di Laut Jawa, yang keseluruhannya berjumlah 126
pulau. Pulau yang paling utara adalah Pulau Karamian dalam gugusan
Kepulauan Masalembu dan pulau yang paling timur adalah Pulau Sakala.
Batas-batas kabpuaten ini adalah sebagai berikut. Sebelah selatan
berbatasan dengan Selat Madura, sebelah utara berbatasan dengan Laut
Jawa, aebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pamekasan, dan sebelah
timur berbatasan dengan Laut Jawa/Laut Flores. Kabupaten ini memiliki 27
kecamatan, baik di daratan Pulau Madura maupun di gugus kepulauan.
Di
sekitar Keraton banyak Musium yang berisi barang-barang bersejarah
peninggalan jaman kerajaan Sumenep lampau. Tepat berada di depan keraton
ada sebuah gedung tempat rombongan lapor ke penjaga musium sekaligus
membayar iuran seribu rupiah. Di dalam gedung ini tersimpan banyak
sekali barang yang penuh sekali dengan cerita di masanya.
Baru
masuk saja, kita sudah disambut oleh sebuah Al-Qur’an raksasa dengan
ayat-ayat sucinya yang tertempel indah. Di samping Al-Qur’an ini ada
salah satu kereta kencana yang digunakan Keraton Sumenep merupakan
hadiah dari Kerajaan Inggris di masa Pemerintahan Sultan Abdurrachman
(th. 1812-1854 M).diruangan ini juga tertempel foto raja-raja Sumenep
dari masa ke masa. Bahkan Daftar nama raja-raja Sumenep tertulis mulai
dari raja pertama sperti Aria Banjak Wide, Ario Bangah, Ario Danurwendo,
Ario Asrapati, Panembahan Djokarsari. Itulah 5 nama Raja/Gelar
Radja/Bupati Pertama Sumenep. Seperangkat sarana pengadilan yang
dipergunakan pada saat berlangsung pengadilan di Keraton Sumenep pada
pemerintahan R.Ayu Tumenggung Tirtonegoro pada tahun 1750-1762 M.
Koleksi yang dipamerkan Kursi Pengadilan (tempat duduk raja ketika
mengadili), Rotan bundar (tempat terdakwa), dan Kotak segi empat (tempat
berkas/surat). Sebuah Jambangan yang berasal dari Thailand sekitar abad
XVII M. Jambangan ini dihiasi motif binatang dan tumbuhan, berwarna
kuning dibawah glasir cokelat. Pada saat jaman kerajaan berfungsi
sebagai wadah air atau tanaman hias. Tak ketinggalan Lampu Duduk yang
dibuat dari logam, dihiasi motif sulur-suluran dengan teknik kerawangan
dan manusia sedang duduk bola. Beralih ke ruangan lain, kerangka ikan
puas yang mempunyai panjang 13 m tinggi 1.75 m dan berat 4 ton tersimpan
di salah satu bagian musium ini. Paus ini terdampar di desa Kertasada
Kecamatan Kalianget pada tahun 1977. Beberapa alas kaki yang bernama
Gamparan Tonggulan berada di balik kaca. Alas kaki ini pada umumnya
dibuat dari kayu bentaos. Gamparan ini termasuk sederhana, cara
menggunakannya dengan menjepit antara ibu jari kaki dan jari pertama.
Ada pula beberapa gambaran yang dihiasi dengan ukiran. Dalam
perkembangannya peran gamparan ini terdesak olah jenis sandal yang lebih
praktis dan ringan. Fosil tulang tangan ikan duyung, pakaian raja dan
putri keraton Sumenep, miniatur perahu Madura juga tersimpan rapi dalam
salah satu ruangan musium. Keraton Sumenep terletak di tengah-tengah
kota yang dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Sumolo I tahun
1762. Bangunan keraton ini mempunyai corak budaya Islam, Cina dan Eropa.
Di dalam keraton terletak peninggalan-peninggalan bersejarah seperti
Pendopo Agung, kantor KOneng, dan bekas Keraton Raden Ayu Tirto Negoro
yang saat ini dijadikan tempat penyimpanan benda-benda kuno. Pendopo
Agung sampai saat ini masih dipakai sebagai tempat diadakannya
acara-acara kabupaten seperti penyambutan tamu Negara, serah terima
jabatan pemerintahan dan acara kenegaraan lainnya. Sedangkan kantor
Koneng yang ebrarti kantor raja dahulu adalah ruang kerja Sultan
Abdurrachman Pakunataningrat I selama masa pemerintahannya tahun 1811
sampai 1844 Masehi. Selain ketiga ruangan tersebut di kompleks keraton
terdapat Taman Sare, yaitu tempat pemandian putri raja yang masih
terlihat asri dan indah sampai sekarang. Bagian lain dari keratin
Sumenep adalah pintu gerbang Labang Mesem, yang artinya pintu/ gerbang
tersenyum yang melambangkan keramahtamahan masyarakat Sumenep terhadap
setiap orang yang datang ke keraton.
Museum
terbagi menjadi tiga bagian yang terletak di depan/luar keraton dan di
dalam keraton. Bagian pertama, di luar keraton, adalah tempat menyimpan
kereta kuda/ kencana kerajaan Sumenep dan kereta kuda pemberian ratu
Inggris, yang sampai sekarang masih dapat dipergunakan dan dikeluarkan
pada saat upacara peringatan hari jadi kota Sumenep. Bagian kedua dan
ketiga terdapat di dalam keraton Sumenep, yang di dalamnya menyimpan
alat-alat untuk upacara mitoni atau upacara tujuh bulan kehamilan
keluarga raja, senjata-senjata kuno berupa keris, clurit, pistol pedang
bahkan semacam samurai dan baju besi untuk perang, al-Qur’an yang
ditulis oleh Sulta Abdurrachman, guci dan keramik dari Tiongkok/ Cina
yang menggambarkan bahwa pada saat itu terjalin hubungan yang erat
antara kerajaan Sumenep dan kerajaan Cina, patung-patung/ arca, baju
kebesaran Raja/Sultan, sampai tulang/fosil ikan paus yang terdampar di
pantai Sumenep pada tahun 1977. Museum ketiga disebut juga museum
Bindara Saod karena pada zamannya tempat itu adalah tempat Bindara Saod
menyepi, maka disebut juga dengan Rumah penyepian Bindara Saod. Terdiri
lima bagian yaitu teras rumah, kamar depan bagian timur, kamar depan
bagian barat, kamar belakang bagian timur dan bagian barat.
Baik
Museum, Museum Kantor Koneng dan Museum Bindara Saod, ramai dikunjungi,
baik itu wisatawan lokal, maupun mancanegara tiap tahunnya. Adapun
tarif biaya masuk keraton cukup murah yaitu Rp. 5000,- per orang sudah
dapat menikmati koleksi sejarah keraton Sumenep. Disamping keraton ada
sebuah kolam yang bernama Taman Sare. Konon menurut pendapat masyarakat
setempat, apabila kita membasuh muka dengan air kolam ini niscaya kita
akan awet muda. Kolam ini berisi air tawar beserta aneka ikan-ikan yang
seolah bahagia berada di dalam satu bagian dalam Keraton. Di antara
keraton dan kolam taman Sare juga tumbuh sebatang pohon beringin besar
dan sangat tua. Beringin ini merupakan salah satu saksi sejarah
perkembangan Kerajaan Sumenep dari tahun ke tahun melihat umurnya yang
diperkirakan ratusan tahun. Itulah keraton Sumenep yang banyak menyimpan
peninggalan masa lalu. Keraton ini juga selalu ramai dengan para
wisatawan lokal maupun luar negeri yang ingin mengetahui bagaimana
perkembangan kerajaan Sumenep dari masa ke masa. Patut menjadi pilihan
tempat study tour bagi keluarga maupun instansi anda seperti sekolah
maupun kantor tempat anda bekerja. Hari jadi Kabupaten Sumenep mengacu
pada Pelantikan Arya Wiraraja sebagai Adipati Sumenep yang pertama.
Artinya sebelum Arya Wiraraja dilantik menjadi Adipati Sumenep, belum
ada penguasa lokal yang bergelar sebagai Adipati. Saat itu Kadipaten
Sumenep berada dibawah kekuasaan Kerajaan Singosari, dengan penguasanya
Raja Kertanegara. Dengan demikian Arya Wiraraja dilantik oleh Raja
Kertanegara, sehingga sumber prasasti yang berhubungan dengan Raja
Kertanegara dijadikan rujukan bagi penetapan Hari Jadi Kabupaten
Sumenep. Sumber prasasti yang dapat dijadikan sebagai rujukan adalah
prasasti berikut ini :
1. Prasasti Mua Manurung dari Raja Wisnuwardhana berangkat tahun 1255 M.
2. Prasasti Kranggan (Sengguruh) dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1356 M.
3. Prasasti Pakis Wetan dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1267 M.
4. Prasasti Sarwadharma dari Raja Kertanegara berangkat tahun 1269 M.
Sedangkan sumber naskah (manuskrip) yang digunakan untuk menelusuri lebih lanjut tokoh Arya Wiraraja, adalah manuskrip berikut :
1. Naskah Nagakertagama karya Rakawi Prapanca pada tahun 1365 M.
2. Naskah Peraraton di tulis ulang tahun 1631 M.
3. Kidung Harsa Wijaya.
4. Kidung Ranggalawe.
5. Kidung Pamancangan.
6. Kidung Panji Wijayakramah.
7. Kidung Sorandaka.
Dari
sumber sejarah tersebut, maka sumber sejarah Prasasti Sarwadharma yang
lengkapnya berangkat tahun 31 Oktober 1269 M, merupakan sejarah yang
sangat signifikan dan jelas menyebutkan bahwa saat itu Raja Kertanegara
telah menjadi Raja Singosari yang berdaulat penuh dan berhak mengangkat
seorang Adipati.
Prasasti
Sarwadharma dari Raja Kertanegara di Desa Penampihan lereng barat
Gunung Wilis Kediri. Prasasti ini tidak lagi menyebut perkataan
makamanggalya atau dibawah pengawasan. Artinya saat itu Raja Kertanegara
telah berkuasa penuh, dan tidak lagi dibawah pengawasan ayahandanya
Raja Wisnuwardhana telah meninggal tahun 1268 M.
Prasasti
Sarwadharma berisi penetapan daerah menjadi daerah suatantra (berhak
mengurus dirinya sendiri) dan lepas dari pengawasan wilayah thani bala
(nama wilayah/daerah saat itu di Singosari). Sehingga daerah swatantra
tersebut, yaitu daerah Sang Hyang Sarwadharma tidak lagi diwajibkan
membayar bermacam-macam pajak, pungutan dan iuran.
Atas
dasar fakta sejarah ini maka pelantikan Arya Wiraraja ditetapkan
tanggal 31 Oktober 1269 M, dan peristiwa itu dijadikan rujukan yang
sangat kuat untuk menetapkan Hari Jadi Kabupaten Sumenep pada tanggal 31
Oktober 1269 M, yang diperingati pada setiap tahun dengan berbagai
macam peristiwa seni budaya, seperti prosesi Arya Wiraraja dan rekan
seni Budaya Hari Jadi Kabupaten Sumenep.
ARTI KATA SONGENNEP
Dari
hasil pemaparan diatas dijelaskan bahwa kata Songennep adalah nama asal
dari bahasa kuno. Oleh karena itu dalam mencari kata nama wilayah yang
erat kaitannya dengan upaya penentuan Hari Jadinya saya menggunakan
sebutan / kata Songennep. Songennep, menurut arti katanya (Etimologi),
yaitu :
1. Song
berarti relung, geronggang (bahasa Kawi). Ennep berarti mengendap
(dengan kata lain tenang). Jadi Songennep berarti lembah bekas endapan
yang tenang.
2. Song
berarti sejuk, rindang, payung. Ennep berarti mengendap (kata lain
tenang). Jadi Songennep berarti lembah endapan yang sejuk dan rindang.
3. Songa
berarti relung atau cekungan. Ennep berarti tenang. Jadi Songennep
berarti lembah, cekungan yang tenang atau sama dengan pelabuhan yang
tenang. Setelah kita menelaah sebutan Songennep dari arti katanya
(Etimologi).
Berikut
ini akan saya paparkan pendapat-pendapat yang berkembang dikalangan
masyarakat sejak dahulu mengenai arti kata Songgennep.
Songennep
berasal dari kata-kata Moso dalam bahasa Madura berarti lawan/musuh.
Ngenep berarti bermalam. Jadi songennep berarti lawan/musuh yang
bermalam. Ceritera mengenai asal-usul nama "Songennep" berdasarkan versi
ini amat populer dikalangan rakyat di Sumenep. Ceritera / pendapat ini
dihubungkan dengan suatu peristiwa bersejarah di Sumenep pada tahun
1750, yaitu saat diserangnya dan didudukinya Keraton Sumenep oleh K.
Lesap (seorang keturunan Pangeran Cakraningrat V dari salah seorang
selirnya).
Pangeran
Cakraningrat V, adalah Raja Bangkalan. K. Lesap berhasil menaklukkan
sumenep dan dia sempat selama setengah bulan tingga di Keraton sumenep.
Hal ini dikisahkan dalam buku Babad Songennep.
Karena kejadian itu (musuh bermalam di Keraton Sumenep). Kota dikatakan Moso Ngenep, yang artinya musuh bermalam.
Cerita
ini tentunya tidak benar, sebab kitab pararaton yang ditulis tahun
1475-1485 sudah menuliskan nama Songennep. Ini berarti nama Songennep
sudah lahir jauh sebelum K. Lesap menyerang Sumenep.
Songennep
berasal dari kata-kata Ingsun nginep. Ingsun berarti saya, sedangkan
nginep berarti bermalam. Pendapat ini kurang populer dikalangan rakyat
dibandingkan dengan versi lainnya.
SEKITAR TOKOH ARYA WIRARAJA
Telah
diterangkan diatas, bahwa nama mengandung tanda-tanda (alamat) tertentu
(nomen sit omen) dan mempunyai arti khusus. Orang tua memberikan nama
anaknya dengan maksud tertentu agar anak tersebut berbuat atau
bertingkah laku sesuai dengan nama yang disandang. Demikian pula nama
tokoh dalam sejarah lama, seperti Air langga, Mapanji, Daja Bhaja,
Kemeswara, Gajah Mada, Hayam Wuruk dan lain-lain. Didalam kitab
Pararaton dikatakan bahwa Arya Wiraraja semula bernama Banyak wedi.
Halaman 18 Pararaton (edisi Belanda) menyebutkan sebagai berikut :
"Hana
ta Wongira, babatangira buyuting nangka, aran Banak Wide, arupa tan
kandel denira, dinohaken, kinon adhipatiaring sungennep, angar ing
madura wetan".
Selain itu dalam Kitab Kidung Ranggalawe dikatakan sebagai berikut :
Nyanyian I (Durma).
1. Woten
Wongiro binatang buyut Nangka, Banak Wideanami, sinung abhiseka, arya
Wiraraja sira, arupa Sinangsayeni, dinohan preneh, kinon angadhipati.
2. Munggu
ing Sumenep parnah Madura Wetan, lawasipun anganti, patang puluh tiga,
duk andon balanabrang, sira Wiraraja dadi arasa-rasa, dene dinohan apti.
Mengenai
nama Wiraraja saya kira sudah cukup jelas. Nama itu berarti: Raja yang
gagah perwira (Wira: Perwira, Kesatria, raja: raja, pemimpin). Gelar
Arya menunjukkan bahwa Wiraraja adalah seorang pejabat tinggi,
lebih-lebih apabila dikaitkan dengan jabatannya sebagai adhipati (adhi:
pertama, baik, pati: raja, pemimpin). Gelar Arya dalam masyarakat Jawa
Baru berubah menjadi Haryo (Pangeran Haryo).
1. ASAL-USUL ARYA WIRARAJA
Mengetahui asal Arya Wiraraja beberapa sumber berbeda mendapat :
a. PARATON.
Dalam Bab V halaman 27 :
"Hanata Wongira, babatangira buyuting nangka aran Bayak Wide, sinungan pasenggahan Arya Wiraraja".
Artinya : "Adalah seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wirara".
Selain
itu, sumber ini menerangkan bahwa Nambi adalah putera Arya Wiraraja
sedangkan Ranggalawe disebutkan sebagai keturunan bangsawan Singosari
yang terkenal.
b. KIDUNG PANJI WIJAYAKRAMA/KIDUNG RANGGALAWE.
Pupuh Inomor 1220 :
"Woten Wongira binatang buyut nangka, Banyak Wide anami, sinung Abiseka, Arya Wiraraja..........."
Ada seorang hambanya, keturunan orang tertua di Nangka, Banyak Wide namanya, dia diberi gelar Arya Wiraraja"
Dalam kidung ini dikatakan bahwa Ranggalawe adalah anak dari Arya Wiraraja yang berasal dari desa tanjung Madura Barat.
c. KIDUNG SORANDAKA.
Kidung
ini menjelaskan bahwa Nambi adalah anak dari Pranaraja. Menarik sekali
untuk diketengahkan suatu Hypotesa Prof. Dr. Slamet Mulyono dalam
bukunya "Negara Kertanegara dan tafsir sejarahnya" (halaman 127).
Kita
ingin meneliti siapa sebenarnya yang dimaksud dengan Pranaraja dan
Mahapati yang disebut dalam Kidung Sorandaka dan Pararaton. Pranaraja
telah disebut pada piagam Kudadu (1294), namun tanpa nama.
Pada piagam Penanggungan (1296) namanya dijelaskan pada lempengan IV a baris 1 yakni Sang Pranaraja : Mpu Sina.
Jelaslah sekarang bahwa Ranggalawe alias Arya Adikara adalah putera Wiraraja, sedangkan Mpu Nambi (Tami) adalah putera Mpu Sina.
Drs.Abdur
Rachman dalam bukunya "Peranan Madura menuju puncak kebesaran kerajaan
Majapahit", bahwa Arya Wiraraja berasal dari Madura (halaman 54).
Atas
dasar keterangan-keterangan diatas yang didapat dari sumber diatas
makin kuatlah dugaan Arya Wiraraja, berasal dari Madura. Adapun desa
Nangka yang disebutkan beberapa sumber, diperkirakan nama desa Nangka
yang berada di Kabupaten Bangkalan atau desa Karangnangka yang berada di
Kecamatan Rubaru Kabupaten Sumenep.
2. JABATAN ARYA WIRARAJA SEBELUM MENJADI ADIPATI DI SUMENEP
Kedudukan/jabatan Arya Wiraraja, beberapa sumber berbeda pendapat:
Mangkudimedja
dalam buku serat peraraton. Ken Arok 2 menyebutkan kemungkinan Arya
Wiraraja adalah seorang babatangan (Penasehat Spiritual), Babatangan itu
mungkin dijaman sekarang bisa diartikan tukang membatang atau meramal,
yakni ahli nujum. Orang yang kerjaanya menerangkan atau membukukan
segala sesuatu yang sifatnya penuh misteri atau rahasia. Namun semua ini
barulah merupakan perkiraan dan dugaan belaka, sebab Dokter Brandes
sendiri juga belum yakin arti sebenarnya. Dugaan Dokter Brandes, mungkin
yang dimaksud adalah karereyan yang artinya babatangan. Sedemikian tadi
akhirnya terserah saja kepada yang ingin menyelidiki. Karena
kenyataannya banyak kata-kata kuno yang tidak kita temui lagi dijaman
sekarang. Bahkan adakalanya sudah berganti arti serta maksud.(hal.71).
3. ALASAN-ALASAN PEMINDAHAN ARYA WIRARAJA KE SUMENEP
Pemindahan
Arya Wiraraja ke Sumenep tentunya tidak terlepas dari situasi
politik/kekuasaan Singosari serta pandangan politik dari Raja
Kertanegara.
Untuk
memperoleh gambaran yang lebih utuh, saya akan memaparkan secara
singkat situasi kerajaan Singosari pada masa itu. Pararaton
menggambarkan pemerintah itu dalam Bab V. "Kemudian Ranggawuni
(Wisnuwardhana) jadi raja seperti 2 ekor pulau dalam satu liang dengan
Mahesacempaka".
Dengan
dikemukakannya prasasti Mulamalurung (1255) gambaran kerajaan Singosari
makin nyata, dalam uraian prasasti tersebut ternyata apa yang
diceritakan Pararaton tidak seluruhnya benar, tidak ada penggunaan
Anusapati oleh oleh Tohjaya. Tohjaya menjadi raja menggantikan Guning
Bhaya (Agmibhaya). Agar lebih jelas lihat lampiran struktur kerajaan
Singosari menurut prasasti Mulamalurung tahun 1255.
Namun
Mulamalurung tidak menceritakan bahwa KenArok di bunuh di Dampar
Kencana. Dengan bercabang garis keturunan Ken Arok pergantian kekuasaan
atau sukses tetap memendam bara api.
• Kidung Harsawijaya, mengatakan arya Wiraraja pada masa Singosari adalah seorang demang.
• Kidung Wijayakrama tidak menyebutkan dengan pasti apa jabatannya.
•
Demikian juga dalam kitab Pararaton yang diterjemahkan oleh Drs. Pitono
(th. 1966) dan pararaton yang diterjemahkan oleh Ki. J. Padmapuspita
(th 1956), hanya menyebutkan Arya Wiraraja adalah seorang bawahan (hamba
Kertanegara).
• Drs. Abdur Rachman menyebutkan bahwa jabatan/pangkat Arya Wiraraja adalah Demang Nayapati di Singosari.
Dari beberapa gambaran diatas saya dapat menarik kesimpulan :
• Gelar Arya Wiraraja menunjukkan bahwa Banyak Wide (Wiraraja) termasuk Pegawai Tinggi atau orang penting dikerajaan Singosari.
•
Penasehat spiritual yang dimaksudkan oleh penterjemah dasarnya seorang
penasehat ahli strategi (politikus) yang bisa membaca situasi.
Kecemerlangan analisa-analisanya menyebabkan orang mengira dia punya
suatu kelebihan sebagai orang yang bisa meramal kejadian-kejadian yang
akan datang.
•
Kedudukan jabatan dalam pemerintah Singosari menyebabkan dia dekat
sekali hubungannya dengan penguasa Singosari (Raja Kertanegara).
•
Kemungkinan lain yang mendekati kebenaran ialah Demang Kerajaan Bwahan
Singosari (Mering) yang menurut prasasti Mulamalurung diperintah oleh
Narasingamurti.
Secaningrat
(Wisnuwardhana) merasa berhak atas kerajaan Dhaha dan Singosari karena
perkawinannya dengan Wanihiun (putera Mahesa Wongateleng). Pada tahun
1250 dia menjatuhkan Dhaha dan Singosari. Namun ia bertindak hati-hati.
Narasingamurti (Mahesacempaka) dijadikan ratu Anggabhaya dengan
kekuasaan daerah Hering. Ada sedikit benturan dalam penobatan
Wisnuwardhana menurut prasati Mulamalurung. "sebuah keterangan yang
sangat menarik mengenai penobatan Nararyya Sminingrat kita dapati pula
didalam prasasti ini. Keterangan itu menyebutkan bahwa sepenggal
Nararyya Tohjaya, semua pejabat dengan pemimpin oleh sang Pamget Ranu
Kabayan Sang Apanji Pati-Pati menobatkan Nararyya Sminingrat menjadi
raja di Tumapel (Nararyya Sminingrat Tapinasangaken Prajapatya)".
Keterangan
tersebut menimbulkan kesan tentang tidak adanya calon yang sah untuk
duduk diatas tahta kerajaan atau terdapat bebrapa orang yang tidak
berhak yang berusaha untuk menjadi raja.
Menurut
prasasti Mulamalurung Wisnuwardhana memerintah mulai tahun 1250 yang
menguasai Dhaha dan singosari. Rasa khawatir akan timbulnya sengketa
kekuasaan jika kelak dia telah tiada, menybabkan ia buru-buru melantik
putera nya Kertanegara sebagai raja muda di Dhaha. Hal ini rupanya untuk
mengokohka kekuasaan keturunannya.
Pelantikan
Kertanegara sebagai Raja Muda diceritakan dalam prasasti Mulamalurung
atau Negarakertagama dalam pupuh XLI 3.12) "Tahun Saka rasa gunung bulan
(1176) Batara Wisnu manubatkan puteranya. Segenap rakyat Kediri
janggala berduyun-duyun mengastubagia. Raja Kertanenagara nama gelarnya,
tetap demikian seteusnya. Daerah Kutaraja bertambah makmur, berganti
nama Praja Singasari".
4. ARYA WIRARAJA ADIPATI SUMENEP
Pararaton
menceritakan secara singkat dilantiknya Arya Wiraraja menjadi Adipati
di Sumenep yang berkedudukan di Madura timur, yang berbunyi :
"Hanata
Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan
Pasenggahan Arya Wiraraja, Arupa tan kandel denira, dinohaksen, kinun
adipati ring Sungennep, anger ing madura wetan".
Yang artinya :
Adalah
seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide,
diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan
disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat tinggal di Madura sebelah
timur.
Pararaton
tidak mencantumkan tanggal maupun tahun peristiwa di atas tersebut.
Pararaton hanya menceritakan sesudah Wisnuwardhana mangkat dan
Kertanegara menggantikan menjadi raja, Wiraraja dipindahkan ke Sumenep.
5. PERANAN ARYA WIRARAJA DALAM MEMBANTU RADEN WIJAYA MENDIRIKAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Mengenai
peranan Arya Wiraraja dalam membantu Raden Wiraraja menaklukkan
Jayakatwang, mengusir tentara Tartar, sampai tegaknya kerajaan Majapahit
diceritakan secara lengkap dalam Pararaton. Kidung Panji Wijayakrama,
kidung Ranggalawe dan Kidung Harsawijaya.
Beberapa
prasasti seperti Piagam Kedadu (11 September 1294) dan Prasasti
Sukamerta (29 Otober 1295), menyebutkan peristiwa-peristiwa penting
yaitu pengungsian Raden Wijaya ke Madura.
a. Pararaton.
1.
Raden Wijaya menyeberang ke utara turun perahu terhalang malam ditengah
sawah didaerah perbatasan Songennep, bermalam ditengah sawah yang baru
saja habis disikat pematangnya.
Sembah Wiraraja : Janganlah Tuanku khawatir hanya saja hendaknya tuan bertindak perlahan-lahan.
2.
kata Raden Wiraraja : Bapa Wiraraja, sangat besar hutangku kepadamu,
jika tercapailah tujuanku, akan kubagi dua tanah Jawa nanti, hendaknya
kamu menikmati seperduanya, saya seperdua. Kata Wiraraja Bagaimana saja,
Tuanku, asal Tuanku dapat menjadi raja saya.
Demikianlah janji Raden Wijaya kepada Wiraraja.
3. Lama Raden Wijaya bertempat tinggal di Songennep.
Disitu
Arya Wiraraja berkata : Tuanku hamba mengambil muslihat, hendaknyalah
Tuan pergi menghamba kepada raja Jayakatong, hendaknya Tuan seakan-akan
minta maaf dengan kata-kata yang mengandung arti tunduk; kalau sekiranya
raja Jayakatong tak keberatan, tuan menghamba itu, hendaknyalah tuan
lekas-lekas pindah bertempat tinggal di Dhaha, kalau rupa-rupanya sudah
dipercaya, hendaknyalah tuan mohon hutang orang terik kepada raja
Jayakatong, hendaknyalah tuan membuat desa disitu. Hamba-hamba Maduralah
yang akan menebang hutan untuk dijadikan desa, tempat hamba-hamba
Madura yang menghadap tuanku dekat.
Adapun
maksud tuanku menghamba itu, agar supaya tuan dapat melihat-lihat
orang-orang Jayakatong siapa yang setia, yang berani, sifat-sifat
Kebo-Mundarang, sesuadh itu semua dapat diukur hendaknyalah tuanku
memohon diri pindah ke hutan orang Terik yang sudah dirobah menjadi desa
oleh hamba Madura itu.
b. Kidung Panji Wijayakrama.
Dalam
Kidung Panji Wijayakrama peranan Wiraraja dalam membantu Raden Wijaya
tidak ada perbedaan yang prinsip jika dibandingkan dengan Pararaton.
c. Kidung Harsa Wijaya.
Atas
nasehat sang pertapa mereka (Raden Wijaya) menyebrang ke Madura untuk
minta bantuan Arya Wiraraja. Dan di Madura Raden Wijaya menentukan saat
yang tepat, untuk merencanakan kembalinya atau merebut kerajaannya.
Kepada Wiraraja ia berjanji akan memberikan separuh kerajaan atas jasa-jasanya dan bantuannya yang tidak terhingga.
Dari
gambara-gambaran yang diceritakan oleh sumber-sumber diatas, peranan
Arya Wiraraja bukanlah hanya memberikan bantuan kekuatan tentaranya,
jauh dibalik itu Wiraraja adalah seorang penganut strategis, dan
inspirator berdirinya kerajaan Majapahit.
Tepatlah
kiranya apabila Ia disebut sebagai Aktor intelektualis. Penulis sejarah
Majapahit tidak akan pernah lepas dari peranan Arya wiraraja serta
orang-orang Madura awal pendirinya.
6. KETELADANAN ARYA WIRARAJA
Seorang
karena manusiawi, pastilah memiliki kebaikan dan keburukan, kelebihan
atau kekurangan. Dalam hal ini kami akan meninjau dari "kebaikan atau
kelebihan" agar mempelajari sejarah memperoleh hikmanya.
1. Tahu membaca jaman
Akibat
kemahiran berdaya tebak sehingga siapa "coming" man yang akan muncul
sebagai penguasa, maka Arya Wiraraja mengikuti jejak ini, sehingga
tindakannya mirip dengan tindakan insan politik jaman kini. Bagi orang
yang tidak mengikuti "membaca jaman", tindakan Arya Wiraraja ini akan
dianggap sebagai penghianatan, seperti pengmbaraan dari Dr. H. J. De
Graff.
Mengingat pendirian demikian, maka ia pastilah "anak jaman", "Wongira" orang yang berkuasa/akan berkuasa. Hal ini terbukti :
Mengabdi kepada Kertanegara sebagai Adipati Songennep.
Mengingatkan jayakatwang untuk menumbangkan Kertanegara, dan kawannya Empu Raganatha.
Memberikan perlindungan kepada R. Wijaya dan menjanjikan untuk menolong jadi Raja.
Membujuk tentara Mongol/Tartar untuk bersama R. Wijaya menumbangkan Jayakatwang.
Bersama R. Wijaya menghancurkan tentara Mongol/Tartar
Memberikan puteranya menjadi korban pemberontakan terhadap R. Wijaya. (Peristiwa Rangga Lawe).
Menjadi "Gubernur"Lumajang, dan dari sana membiarkan Nambi memberontak terhadap R. Wijaya.
Mengingat
kepekaan "membaca jaman" ini, arya Wiraraja dalam semua tindakannya
bagaikan "kontrofersi". Barangkali hal ini ia sebagai "anak jaman"
merupakan produk pada jaman itu, dimana tokoh Kertanegar juga banyak
membuat kontroversial.
2. Nasionalisme
Pengabdian
Arya Wiraraja adalah untuk Kertanegara yang paling lama. Maka segala
sepak terjang Kertanegara dalam usahanya menyatukan Nusantara penaklukan
Bali dan Melayu, diketahuinya dengan pasti dan Arya Wiraraja merupakan
bagian dari penyatu tersebut. Dimana saja is bertugas, tanpa pandang
suku dan wilayah, dilaksanakannya dengan baik. Sejak di Singosari,
songennep, Mojopahit, sampai di Lumajang, ia bekerja dengan baik,
sehingga ia di semua tempat tersebut dihormati dan dianggap sebagai
pemimpinnya.
3. Setia pada tugasnya
Manifestasi kesetiaan Arya Wiraraja ini akan tugasnya tidak pernah menolak tugas. Ia dengan setia menempati pos kerjanya.
Sebagai "babatananira" ia berdomisili di Singosari.
Sebagai Adipati ia berdomisili di Songennep.
Sebagai "pelindung" ia aktif mendirikan Mojopahit.
Sebagai rakyat menteri ia berdomisili di Mojopahit.
4. Sebagai kuasa usaha Blambangan ia berdomisili di Lumajang akhir hayatnya.
Manifestasi
kesetiaannya ini juga tercermin dalam sikap diamnya ketika mengetahui
puteranya Ranggalawe dibunuh secara kejam ketika mengadakan
pembangkangan terhadap Raden Wijaya. Demikian pula terhadap Nambi yang
melakukan dari Lumajang sendiri.
Manifestasi
sikap diam dan kesabarannya ini merupakan kesetiaan yang tinggi pada
jaman tersebut, yang tercermin ketika pertama kalinya "dijauhkan" ke
Songennep.
Kesetiaan
yang menonjol lainnya ialah ketika ia dengan rendah hati menolong R.
Wijaya yang terlunta-lunta dengan menjanjikan untuk mengembalikannya
sebagai raja.
5. Cerdik
Kecerdikan
Arya Wiraraja sangat nampak ketika "menyutradarai" berdirinya kerajaan
Majapahit dengan tokoh sentral Raden Wijaya. Urutan sekenarionya adalah :
6. Agar R. Wiraraja pura-pura menyerah kepada Prabu Jayakatwang.
7.
Wiraraja kemudian mengirimkan surat dengan utusan yang menyatakan bahwa
R. Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada sang Prabu Jayakatwang.
8. Agar R. Wijaya diterima sebagai pegawai istana.
9. Selama tinggal di istana agar menyelidiki kekuatan tentara Dhaha/ Kediri.
10.
Bila kelak telah dipercaya, agar mengajukan permohonan untuk membuka
hutan Tarik. Dan tenaga akan di kerahkan dari Madura. Apabila daerah
Tarik telah siap, agar R. Wijaya pindah menetap disana.
11. Selanjutnya R. Wijaya agar mencari simpati orang-orang Tumapel dan menariknya untuk menetap di tarik.
12.
Orang Madura akan dikerahkan ke Tarik sehingga perkampungan tersebut
menjadi kuat (menjadi Majapahit), dan siap untuk melawan Dhaha.
13.
Aria Wiraraja menghubungi tentara Tartar/Mongol untuk bersama
menggempur Jayakatwang dengan janji akan menganugerahi putra-putri
keraton yang cantik.
14. Penghancuran tentara Jajakatwang oleh tentara tarta yang juga dibantu R. Wijaya dan Wiraraja.
15.
Penyerahan tentara keraton hendaknya diterima oleh pembesar tentara
Tartar tanpa senjata, karena putra-putri tersebut "Alergi" terhadap
senjata.
16. Penyerangan tentara Tartar yang tidak berdaya oleh R. Wijaya bersama Wiraraja sampai kelaut.
17. Penobatan R. Wiraraja sebagai raja Majapahit.
Keraton
Sumenep terletak di tengah-tengah kota yang dibangun pada masa
pemerintahan Panembahan Sumolo I tahun 1762. Bangunan keraton ini
mempunyai corak budaya Islam, Cina dan Eropa. Di dalam keraton terletak
peninggalan-peninggalan bersejarah seperti Pendopo Agung, kantor KOneng,
dan bekas Keraton Raden Ayu Tirto Negoro yang saat ini dijadikan tempat
penyimpanan benda-benda kuno. Pendopo Agung sampai saat ini masih
dipakai sebagai tempat diadakannya acara-acara kabupaten seperti
penyambutan tamu Negara, serah terima jabatan pemerintahan dan acara
kenegaraan lainnya. Sedangkan kantor Koneng yang ebrarti kantor raja
dahulu adalah ruang kerja Sultan Abdurrachman Pakunataningrat I selama
masa pemerintahannya tahun 1811 sampai 1844 Masehi. Selain ketiga
ruangan tersebut di kompleks keraton terdapat Taman Sare, yaitu tempat
pemandian putri raja yang masih terlihat asri dan indah sampai sekarang.
Bagian lain dari keratin Sumenep adalah pintu gerbang Labang Mesem,
yang artinya pintu/ gerbang tersenyum yang melambangkan keramahtamahan
masyarakat Sumenep terhadap setiap orang yang datang ke keraton.
Museum
terbagi menjadi tiga bagian yang terletak di depan/luar keraton dan di
dalam keraton. Bagian pertama, di luar keraton, adalah tempat menyimpan
kereta kuda/ kencana kerajaan Sumenep dan kereta kuda pemberian ratu
Inggris, yang sampai sekarang masih dapat dipergunakan dan dikeluarkan
pada saat upacara peringatan hari jadi kota Sumenep. Bagian kedua dan
ketiga terdapat di dalam keraton Sumenep, yang di dalamnya menyimpan
alat-alat untuk upacara mitoni atau upacara tujuh bulan kehamilan
keluarga raja, senjata-senjata kuno berupa keris, clurit, pistol pedang
bahkan semacam samurai dan baju besi untuk perang, al-Qur'an yang
ditulis oleh Sulta Abdurrachman, guci dan keramik dari Tiongkok/ Cina
yang menggambarkan bahwa pada saat itu terjalin hubungan yang erat
antara kerajaan Sumenep dan kerajaan Cina, patung-patung/ arca, baju
kebesaran Raja/Sultan, sampai tulang/fosil ikan paus yang terdampar di
pantai Sumenep pada tahun 1977.
Museum
ketiga disebut juga museum Bindara Saod karena pada zamannya tempat itu
adalah tempat Bindara Saod menyepi, maka disebut juga dengan Rumah
penyepian Bindara Saod. Terdiri lima bagian yaitu teras rumah, kamar
depan bagian timur, kamar depan bagian barat, kamar belakang bagian
timur dan bagian barat.
Baik
Museum, Museum Kantor Koneng dan Museum Bindara Saod, ramai dikunjungi,
baik itu wisatawan lokal, maupun mancanegara tiap tahunnya. Adapun
tarif biaya masuk keraton cukup murah yaitu Rp. 5000,- per orang sudah
dapat menikmati koleksi sejarah keraton Sumenep.
5. Deskripsi Pengolahan / Pengembangannya
Walaupun
tempat wisata sejarah ini sudah cukup dikenal, pemasangan papan
penunjuk lokasi perlu dilakukan oleh Dinas terkait, terutama di dekat
terminal Wiraraja, dan di pusat kota Sumenep. Hal ini untuk memudahkan
bagi pelancong yang datang dari luar Sumenep, menemukan lokasi tersebut.
Sarana mengenalkan objek wisata ini juga perlu diperbanyak, semisal
dengan penyebaran pamflet dan brosur, supaya museum dan keraton Sumenep
lebih dikenal lagi. Khususnya oleh wisatawan yang datang dari luar kota
Sumenep.
Keistimewaan Keraton sumenep
Dengan mengunjungi keraton ini, wisatawan dapat melihat langsung hasil akuturasi budaya Jawa, Eropa, dan Cina yang membentuk bangunan
Keraton Sumenep. Pada bangunan Keraton Sumenep, pengunjung dapat
melihat nuansa keraton Jawa dengan pilar-pilar dan lekuk ornamennya yang
bergaya Eropa serta rangkaian atap yang menyerupai kelenteng Cina. Secara umum komposisi bangunan pada Keraton Sumenep tidak berbeda dengan keraton-keraton di Jawa, misalnya sama-sama memiliki pendopo yang cukup luas untuk menerima tamu, ruang peristirahatan raja, serta lokasi pemandian untuk permaisuri dan putri-putri raja. Sebelum memasuki keraton, pengunjung akan disambut gapura dengan nama “Labang Mesem”. Dalam bahasa Indonesia “labang”
berarti pintu, dan “mesem” adalah senyum. Gapura ini melambangkan
keramahan keraton terhadap para tamu yang berkunjung. Di sisi kanan
keraton, terdapat “Kantor Koneng”, yaitu ruang kerja raja Sumenep, yang sekarang difungsikan sebagai museum. Ruangan ini berisi koleksi peralatan rumah tangga keraton. Di luar keraton, wisatawan juga dapat mengunjungi Masjid Jamik Sumenep yang usianya tak jauh berbeda dengan usia Keraton Sumenep.
0 comments:
Post a Comment