Sunday, November 3, 2013

Riwayat Batu Parsidangan di Pulau Samosir



Indonesia memang kayak akan budaya dan legenda. Di pulau Samosir misalnya. Kita tak hanya bisa melihat keindahan alam, tetapi juga cerita pada zaman kerajaan.

Tersebut pada masa lalu seorang raja bernama Raja Siallagan. Raja ini masih memeluk kepercayaan dan menerapkan hukuman yang sangat keji untuk para penjahat, pelanggar adat, seperti pencuri, pembunuh, pemerkosa atau lawan perang.

Saat menentukan hukuman ini, sang Raja berserta permaisuri dan tetua adat mengadakan rapat di tengah perkampungan. Rapat ini dihelat di bawah pohon suci Hariara.

Jika Anda mengunjunginya, yang terlihat adalah kursi-kursi yang terbuat dari batu dan melingkari meja dengan bahan baku yang sama. Tempat inilah yang kemudian dinamai dengan Batu Parsindangan.

Dalam rapat ditentukan hukuman apa yang tepat untuk para pelanggar tadi. Dengan menggunakan kalender adat Batak, Raja dan tetua menentukan waktu rapat plus waktu untuk mengadilinya.

Jika terbukti melakukan kejahatan, maka si terdakwa dibawa ke Batu Parsidangan kedua yang terletak di belakang Batu Parsidangan yang pertama. Rangkaian Batu Parsidangan kedua dan yang pertama tidak banyak perbedaan, hanya saja di tempat yang kedua itu terdapat tambahan berupa batu panjang cekung yang digunakan untuk memancung terdakwa.

Tata cara hukum pancungnya juga tidak semudah yang dibayangkan. Ada beberapa prosesi yang harus dilewati oleh seorang terdakwa. Prosesinya bertambah panjang jika di terdakwa ternyata mempunyai ilmu kebal sehingga tidak bisa ditebas pedang.

Pertama-tama mata si terdakwa akan ditutup dan tangannya diikat menggunakan kain ulos. Tubuhnya disayat-sayata terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ia memiliki ilmu kebal. Jika tak berdarah, maka sang Raja akan mengambil tongkat sakti dan disayatkan ke tubuh yang bersangkutan.

Proses ini akan berlangsung berulang hingga ilmu kebalnya hilang. Sesudah itu terdakwa dibawa ke sebuah batu cekung untuk dipancung. Algojo yang akan memancung berteriak horas sebanyak 3 kali dan langsung menebaskan pedangnya ke leher terdakwa hingga kepala terlepas dari badannya. Bersamaan dengan itu, darah si terdakwa akan menetes di sebuah cawan.

Setelah kepala pisah dengan tubuh, tubuh si terdakwa direbahkan dan dibelah secara vertikal untuk diambil jantung dan hati serta dagingnya. Organ tersebut dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam cawan yang telah berisi darah. Cawan tersebut lantas dibagikan kepada seluruh orang yang menonton.

Konon dengan memakannya maka kesaktian dan ilmu si terdakwa akan pindah kepada yang memakannya. Bagian tubuh terdakwa yang masih tersisa akan dibuang di Danau Toba sedangkan kepalanya dibuang ke hutan.

Prosesi inilah yang kemudian diceritakan kepada generasi turun temurun bahwa orang Batak makan orang. Nah, karena lokasi ini sekarang ditetapkan sebagai cagar budaya maka areal sekitar Batu Pasidangan tidak boleh dimasuki dan diduduki.

Banyak wisatawan yang merasakan keangkeran tempat ini. Selain bisa melihat Batu Parsidangan, kita juga akan menjumpai boneka batu yang menggambarkan peristiwa pemancungan ini.

Batu Parsidangan terletak di desa Siallagan, pulau Samosir. Untuk sampai ke lokasi ini, Anda bisa menumpang angkutan umum, becak motor atau menyewa motor serta mobil. Selama di Samosir, Anda bisa menginap di beberapa resor yang ada daerah Tuktuk.

Sedangkan destinasi lain di luar Samosir, khususnya kota Medan yang bisa Anda kunjungi adalah gedung balaikota lama, Tugu Guru Patimpus dan Taman Mora Indah.

Hotel dan penginapan yang bisa Anda singgahi selama di Medan adalah My Dream Hotel, Hotel Citi International Sunyatsen dan Hotel Deli River.

0 comments:

Post a Comment

◄ Posting Baru Posting Lama ►
 

Total Pageviews